TEMPO Interaktif, Jakarta - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan hukuman empat tahun penjara serta denda Rp 200 juta kepada Direktur PT Ladang Sutra Indonesia Musfar Aziz dalam sidang putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, Kamis, 14 Juli 2011. Hukuman itu lebih ringan dua tahun dari tuntutan jaksa yang menuntut terdakwa enam tahun penjara.
"Terdakwa terbukti bersalah turut serta melakukan korupsi berulang kali," kata Ketua Majelis Hakim Albertina Ho saat membacakan putusan.
Hakim mewajibkan terdakwa membayar uang pengganti akibat perbuatannya itu terhadap kerugian negara sebesar Rp 13,2 miliar. Jika selama satu bulan setelah keputusan ini keluar terdakwa tidak sanggup membayarnya, maka seluruh harta terdakwa akan disita kemudian dilelang untuk menutupi uang pengganti. "Jika hartanya tak mencukupi, akan diganti dengan penjara tiga tahun," kata Albertina.
Musfar Aziz dinyatakan bersalah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang memperkaya diri yang merugikan keuangan Negara dan Pasal 3 beleid yang sama tentang penyalahgunaan kewenangan.
Hal yang memberatkan terdakwa adalah tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Sementara, hal yang meringankan karena terdakwa belum pernah dipenjara serta membantu pengentasan kemiskinan melalui program bantuan sosial lewat pogram Departemen Sosial.
Musfar Aziz dalam penjelasannya menyatakan bila harga yang diberikan dalam pengadaan mesin jahit sudah sesuai sehingga unsur membantu negara sangat besar. Bahkan, ketika dimintai dana talangan saat pengerjaan proyek, terdakwa menolak. "Mungkin kami satu-satunya rekanan yang menolak memberikan dana 10 persen," kata Musfar dengan mata berkaca-kaca.
Atas putusan itu ia menyatakan pikir-pikir. "Saya sedang mempertimbangkan, tapi rasanya berat juga (vonis hakim)," kata Musfar.
Syaiful Ahmad Dinar, pengacara terdakwa, menyatakan bahwa putusan hakim tersebut tak memperhatikan bukti kerugian yang disampaikan BPKP. Dalam hitungan BPKP, kerugian negara sebesar Rp 20 miliar, sedangkan berdasarkan hakim, kerugian negara Rp 13 miliar. "Hal itu membutikan putusan BPKP tidak benar," kata Syaiful.
Menurut dia, hukuman penjara empat tahun buat kliennya dinilai lebih berat dibanding mantan Menteri Sosial, Bachtiar Chamsyah, yang hanya dihukum 1 tahun 8 bulan penjara. "Kenapa yang telah membantu pemerintah kok malah dihukum," kata Syaiful.
Dalam korupsi pengadaan mesin jahit ini, Musfar dinyatakan bersalah bersama Direktur Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial Amrun Daulay. Amrun yang kini seorang politikus Partai Demokrat itu sudah dinyatakan sebagai tersangka. Ia didakwa merugikan duit negara sekitar Rp 20,37 miliar.
Dalam pengadaan 2004, dialokasikan anggaran sebesar Rp 19,2 miliar untuk membeli enam ribu unit mesin jahit buatan Cina bermerek JITU dan pada 2006 sebanyak 5.100 unit yang total dananya senilai Rp 17,85 miliar.
Kasus mesin jahit ini masih satu rangkaian dengan kasus sapi impor dan sarung yang telah menjerat Bachtiar Chamsyah. Bachtiar telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dengan hukuman 1 tahun 8 bulan penjara atas dugaan korupsi kedua proyek tersebut.
Bachtiar membenarkan jika proyek dilakukan melalui penunjukan langsung, namun disebutnya bukan merupakan pelanggaran. Ia berdalih menggunakan Keputusan Presiden Nomor 80/2003 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah.
JAYADI SUPRIADIN