TEMPO Interaktif, Jakarta - Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama secara terbuka terus menekan kongres yang mayoritas dari Partai Republik untuk memberikan persetujuannya menambah pagu utang. Pemerintah AS meminta tambahan plafon utang sebesar US$ 2,4 triliun dari posisi sekarang, US$ 14,3 triliun (Rp 122.265 triliun).
Analis dari PT Samuel Sekuritas, Lana Soelistianingsih, mengatakan bahwa pembicaraan antara pemerintah dan kongres terus dilakukan secara intensif karena batas akhir pengambilan keputusan pada 2 Agustus mendatang. Sebelum batas akhir yang telah ditentukan, lembaga legislatif akan melakukan pemungutan suara (voting) pada 19 Juli besok guna menyetujui untuk menaikkan plafon utang pemerintah.
Salah satu anggota Kongres Partai Republik dari Ohio memberikan sinyal positif yang dikatakan sebagai a “solid plan for moving forward”. Namun, Partai Republik tidak akan menyetujui kenaikan pajak seperti yang diusulkan oleh Presiden Obama untuk mengimbangi penurunan defisit anggaran.
Sejauh ini, investor masih cukup netral terhadap perkembangan pembicaraan mengenai pagu utang Pemerintah AS ini. “Karena mereka yakin tidak mungkin Pemerintah AS akan dibiarkan mengalami gagal bayar,” ujar Lana.
Indeks dolar AS terhadap enam mata uang utama dunia kembali naik 0,306 poin (0,41 persen) ke level 75,432. Mata uang euro di pasar Asia pagi ini kembali melemah 0,0087 poin (0,61 persen) menjadi US$ 1.4070. Poundsterling Inggris juga terdepresiasi 0,0037 poin (0,23 persen) ke level US$ 1,61. Sementara itu, yen justru menguat 0,103 poin (0,13 persen) ke level 79,0265 per dolar AS.
Analis dari PT Valbury Asia Securities, Nico Omer Jonckheere, mengatakan bahwa masalah krisis utang Eropa dan perdebatan kenaikan pagu utang AS masih akan mempengaruhi pasar finansial global. Masalah utang yang dikhawatirkan akan terus menyebar ke negara Eropa lainnya akan tetap membebani mata uang Uni Eropa.
Lembaga pemeringkat internasional yang notabene dari Amerika membuat rating surat utang AS masih bertahan di level AAA. Meskipun kemarin Moody’s dan Standard & Poor’s mengatakan bahwa rating utang Pemerintah AS berpotensi diturunkan peringkatnya jika gagal mencapai kesepakatan menambah pagu utangnya hingga 2 Agustus mendatang. “Kondisi utang Amerika Serikat sebenarnya juga tidak lebih baik dari negara Uni Eropa, bisa dibilang juga sudah bangkrut,” kata Nico.
Jika Pemerintah AS sampai mengalami default (gagal bayar) karena tidak mempunyai uang akibat tidak disetujuinya penambahan pagu utang, dampaknya akan sangat besar. Efek domino yang ditimbulkan bisa berimbas ke seluruh dunia. Suku bunga akan melambung dan pemulihan ekonomi akan semakin melambat. “Ini mungkin yang menjadi pertimbangan dari lembaga pemeringkat yang bermarkas di Amerika masih mempertahankan rating utang Pemerintah AS,” papar Nico.
VIVA B. KUSNANDAR