TEMPO Interaktif, Bandung - Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring mengungkapkan kementeriannya tengah memprioritaskan revisi Undang-undang ITE untuk mengatur soal penyadapan pasca putusan Judicial Review Mahkamah Konstitusi. ”Sebab, kalau tidak nanti terjadi kekosongan hukum,” katanya di Bandung, Selasa, 19 Juli 2011.
Tifatul mengatakan, pihaknya sengaja menggeser agenda penyusunan Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Teknologi Informasi atau Tipiti yang naskahnya sudah sampai di Kementerian Hukum dan HAM. ”Tapi kita prioritaskan lebih dulu RUU ITE,” katanya. “Prioritas selanjutnya RUU Tipiti.”
Menurutnya, perubahan UU ITE itu untuk mengatur soal tata-cara penyadapan yang tidak bisa diatur oleh Peraturan Menteri maupun Peraturan Pemerintah, tapi harus lewat undang-undang tersendiri. “Undang-undang itu harus diselesaikan tentang tata cara penyadapan karena alat sadap ini, law interception ini harus digunakan sesuai hukum yang berlaku. Jangan sampai orang melakukan penyadapan tanpa otoritas,” katanya.
Soal penyadapan dianggap jadi prioritas karena aktivitas penyadapan kini terus berlangsung. ”Kita khawatir juga ini disalahgunakan. Namanya oknum, kan, ada saja yang menyalahgunakan,” kata Tifatul.
Soal penyadapan ini, papar Tifatul, jika dilaksanakan tanpa ketentuan yang mengatur, bisa disebut melanggar Undang-undang Hak Asasi Manusia Nomor 39/2009. Undang-undang itu menyebutkan, penyadapan melanggar hak asasi manusia, kecuali untuk penegakan hukum. ”Ini harus diatur. Jangan sampai orang melakukan penyadapan, tapi tidak dipandu oleh hukum. Kalau ini terjadi, parah, kan, Indonesia. Parpol kasihan, bisnis kasihan, ini terjadi di negara lain,” kata Tifatul.
Menurutnya, lembaga yang punya otoritas penyadapan yang diatur dalam undang-undang baru adalah KPK, kepolisian, kejaksaan, BNN, dan PPATK. Sementara BIN belum punya hak itu. Kata Tifatul, rumusannya menunggu hasil pembahasan undang-undang intelijen yang masih dalam pembahasan bersama DPR.
AHMAD FIKRI