Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Makin Banyak Petani Menjual Lahannya

image-gnews
TEMPO/Iqbal Lubis
TEMPO/Iqbal Lubis
Iklan

TEMPO Interaktif, Jakarta - Ketua Bidang Kajian Strategis dan Advokasi Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia, Yeka Hendra Fatika, mengatakan bahwa pendapatan petani yang rendah membuat laju konversi lahan pertanian meningkat.

Berdasarkan penelitian, rata-rata pendapatan petani paling besar hanya Rp 750 ribu per bulan. Sedangkan bagi petani gurem (memiliki lahan kurang dari 0,5 hektare) pendapatannya hanya Rp 250 ribu per bulan. Pendapatan tersebut, kata dia, dinilai sangat rendah dan membuat sektor pertanian tak lagi menarik.

"Saya pernah bertemu 100 petani. Saya tanya apakah mereka mau melepaskan lahannya kalau ada yang menawar harga tinggi. Semua menjawab akan mau melepasnya. Ini menunjukkan petani dalam posisi tidak menguntungkan," kata Yeka dalam sebuah diskusi "Ancaman Perberasan Nasional" di Gedung DPR, Jakarta, Selasa, 19 Juli 2011.

Dia menjelaskan bahwa dari aspek produksi, ketersediaan beras nasional salah satunya dipengaruhi oleh ketersediaan lahan dan sumber daya manusia. Dalam kurun waktu 20 tahun, kata dia, Indonesia telah kehilangan lahan sawah sekitar 2,5 juta hektare tanpa ada penggantian yang setara. "Tiap tahunnya, ada 110 ribu hektare lahan sawah yang dikonversi menjadi industri lain," katanya.

Sebanyak 58,7 persen lahan sawah di Pulau Jawa telah beralih menjadi perumahan, sedangkan sebanyak 48,68 persen lahan sawah di luar Pulau Jawa telah beralih menjadi pertanian lainnya, seperti perkebunan. Menurut dia, semakin tingginya nilai tanah, menjadi salah satu motif para petani untuk menjual lahan pertaniannya kepada pihak lain.

"Selama ini belum ada kebijakan komprehensif terkait rencana tata ruang wilayah dan belum adanya insentif bagi petani dalam mempertahankan ketersediaan lahan sawahnya," jelas Yeka. Implikasi adanya konversi lahan sawah merupakan ancaman permanen terhadap produksi padi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Anggota Komisi Pertanian DPR, Viva Yoga Mauladi, menilai pemerintah tidak serius mengatasi masalah pertanian. Padahal, Indonesia memiliki tanah yang subur dan sumber daya alam yang melimpah. "Laju konversi ini lebih tinggi dibanding upaya pemerintah meningkatkan produktivitas padi. Akibatnya, kita terus mengimpor beras," ungkap politikus dari fraksi Partai Amanat Nasional itu dalam kesempatan yang sama.

Oleh karena itu, kata dia, perlu ada political will dari pemerintah untuk mewujudkan kemandirian pangan. DPR akan mengusulkan penambahan anggaran bagi Kementerian Pertanian untuk tahun depan. Pada 2010, anggaran Kementerian Pertanian sebesar Rp 8 triliun dan meningkat pada 2011 menjadi Rp 16,8 triliun, kemudian pada 2012 diusulkan menjadi Rp 17,1 triliun.

"Kalau terus-terusan kita impor, Kementerian Pertanian sudah tidak mampu lagi meningkatkan produksi. Kita krisis pangan. Beda dengan Singapura yang memang impor karena tidak memiliki sumber daya alam," ujarnya.

ROSALINA

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Pemkab Kukar Gelontorkan 700 M untuk Perkuat Sektor Pertanian

22 jam lalu

Pemkab Kukar Gelontorkan 700 M untuk Perkuat Sektor Pertanian

Kukar merupakan daerah lumbung pangan bagi Provinsi Kalimantan Timur


Dedikasi Edi Damasnyah Bangkitkan Pertanian Kutai Kartanegara

4 hari lalu

Dedikasi Edi Damasnyah Bangkitkan Pertanian Kutai Kartanegara

Program pengairan dan alsintan berdampak pada pertumbuhan ekonomi di Kukar.


Gagal, Isu Pertanian dan Subsidi Perikanan Belum Disetujui WTO

14 hari lalu

Para pekerja membongkar muat ikan di Pelabuhan Muara Baru, Jakarta, Selasa, 23 Januari 2024. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan nilai ekspor hasil perikanan di dalam negeri pada 2024 sebesar USD7,20 miliar atau setara Rp112,1 triliun. Angka tersebut naik signifikan dari realisasi ekspor produk perikanan hingga November 2023, di mana nilai sementara ada di kisaran USD5,6 miliar atau setara Rp87,25 triliun. TEMPO/Tony Hartawan
Gagal, Isu Pertanian dan Subsidi Perikanan Belum Disetujui WTO

Isu soal pertanian dan subsidi perikanan belum disetujui dalam KTM13 WTO di Abu Dhabi lalu. Meski demikian, sudah disetujui sekitar 80 member WTO.


Studi Demokrasi Rakyat Lapor ke KPK soal Korupsi Dana Hibah Pertanian yang Diduga Libatkan Anggota DPR

24 hari lalu

Logo KPK. Dok Tempo
Studi Demokrasi Rakyat Lapor ke KPK soal Korupsi Dana Hibah Pertanian yang Diduga Libatkan Anggota DPR

Pelaporan ke KPK terkait dugaan korupsi pemotongan dana bantuan hibah pertanian yang berasal dari Dana Aspirasi DPR yang mencapai Rp 2 miliar.


Menteri Hadi Tjahjanto Serahkan Sertifikat Hasil Program Konsolidasi Tanah Non Pertanian

31 hari lalu

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional ATR/BPN Hadi Tjahjanto (keenam kiri) berdialog dengan warga saat menyerahkan sertifikat tanah di Desa Muktisari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Kamis 12 Oktober 2023. Sebanyak 405 sertifikat tanah dibagikan kepada warga secara gratis pada proses redistribusi tanah eks Hak Guna Usaha (HGU) PT Maloya yang telah ditetapkan menjadi Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA). ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
Menteri Hadi Tjahjanto Serahkan Sertifikat Hasil Program Konsolidasi Tanah Non Pertanian

Menteri Agraria dan Tata Ruang Hadi Tjahjanto menyerahkan 205 sertifikat tanah hasil program Konsolidasi Tanah Non Pertanian.


Beras Langka, Mengapa Pegiat Lingkungan Menilai Ada Masalah Tata Kelola Lahan Pertanian?

32 hari lalu

Pemandangan sawah daerah Rorotan di tengah ibu kota, Jakarta, Rabu, 1 November 2023.  Lahan tersebut merupakan lahan beberapa perusahaan salah satunya yaitu PT. NUSA Kirana. RE dan beberapa lahan milik warga setempat. TEMPO/Magang/Joseph.
Beras Langka, Mengapa Pegiat Lingkungan Menilai Ada Masalah Tata Kelola Lahan Pertanian?

Seretnya produksi beras diduga akibat kebijakan regulator yang condong mengutamakan ekstensifikasi lahan pertanian, misalnya food estate.


Berkelanjutan Membangun Tapanuli Utara

49 hari lalu

Berkelanjutan Membangun Tapanuli Utara

10 tahun memimpin Kabupaten Tapanuli Utara, Nikson Nababan, fokus membangun infrastruktur, pertanian, pendidikan dan kesehatan. Perekonomian tumbuh positif meski di masa pandemi Covid-19.


BRI Menanam Grow & Green Bangkitkan Harapan Petani

56 hari lalu

BRI Menanam Grow & Green Bangkitkan Harapan Petani

BRI bersama Yayasan Bakau Manfaat Universal meluncurkan program BRI Menanam Grow & Green.


Mahfud MD Kritik Food Estate, Ini 5 Lokasi dan Kendalanya

57 hari lalu

Petani menanam bibit singkong di areal lumbung pangan nasional 'food estate' di Tewai Baru, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Sabtu, 6 Maret 2021. Anggaran tersebut untuk mendukung program pengembangan
Mahfud MD Kritik Food Estate, Ini 5 Lokasi dan Kendalanya

Mahfud Md menyebut food estate adalah proyek gagal. Di mana saja lokasi proyek tersebut dan apa saja faktor kegagalannya?


Gibran Mau Libatkan Generasi Muda Lewat Smart Farming, Ini Strateginya

57 hari lalu

Cawapres nomor urut 02 Gibran Rakabuming Raka (kiri) dan Cawapres nomor urut 01, Muhaimin Iskandar saat mengikuti debat Cawapres ke empat di JCC, Senayan, Jakarta, Minggu, 21 Januari 2024. Debat kali ini bertema Pembangunan Berkelanjutan, Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, Energi, Pangan Agraria, Masyarakat Adat dan Desa. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Gibran Mau Libatkan Generasi Muda Lewat Smart Farming, Ini Strateginya

Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka ingin melibatkan generasi muda dalam sektor pertanian dengan smart farming. Bagaimana strateginya?