TEMPO Interaktif, Bandung - Selepas membuka Koperasi Fair di Lapangan Gasibu, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menjamu Menteri Negara Koperasi dan UKM Syarief Hasan makan siang di Gedung Sate. Menunya istimewa, ada dendeng ragi, ayam goreng serundeng, sayur lodeh, balado asin, tempe asam manis, tumis jambal roti, plus lalap, dan sambal.
Ya, makan siang itu tanpa tersedia nasi. Yang ada hanya kukusan jagung, singkong, sorgum, dan hanjeli atau biji jali yang disajikan sebagai pengganti nasi. Sorgum misalnya, disajikan mirip nasi bakar. Rebusan sorgum sejenis ubi-ubian dibungkus pelepah daun pisang dan dibakar.
Tentu saja aneh, tapi ternyata tidak buat Syarief. Selama menjabat menteri, ini kali kedua dia disodori sajian untuk santap makan tanpa nasi. Pertama kali waktu dijamu saat mengunjungi Provinsi Maluku Utara. ”Saat itu makan malam, sekarang makan siang, komplit,” kata Syarief.
Ahmad Heryawan memang sengaja menjamu tamunya dengan menu tanpa nasi. Hal ini dibuat untuk mengampanyekan diversifikasi pangan agar tidak sebatas beras saja. Soal diversifikasi pangan itu sudah ditetapkan pemerintah lewat Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009. Pemerintah Jawa Barat melanjutkan kebijakan itu dengan Peraturan Gubernur Nomor 60 tahun 2009. ”Ini kita beri contohnya,” katanya.
Bahkan, Heryawan menerbitkan surat edaran yang meminta pegawai negeri di lingkup pemerintahan Jawa Barat tidak menyantap makanan berbahan beras dan terigu tiap Rabu. ”Sudah kita buat surat edarannya (pekan lalu) dan kita laksanakan hari ini,” katanya.
Syarief memuji kebijakan gubernur itu. “Ini harus dipromosikan secara nasional. Dengan demikian, konsumsi beras yang sekarang 180 kg per kapita per tahun bisa ditekan. Kalau negara lain itu hanya 50-60 kilogram per kapita per tahun,” katanya.
Tapi, jujur ya, sebagai orang Melayu yang tak bisa lepas dari nasi, apakah Syarief tidak merasa kehilangan sesuatu di makan siangnya? ”Enak, kok. ”Mungkin karena saya orang Sunda, jadi enak saja,” katanya.
AHMAD FIKRI