TEMPO Interaktif, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman mengusulkan perlunya hak veto Presiden dalam pembahasan undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat. Menurut dia, hal itu bertujuan untuk memperkuat sistem presidensial yang tidak mudah digoyang parlemen yang multipartai. "Ini untuk memperkuat sistem presidensial, Presiden yang dipilih 60 persen rakyat dengan mudahnya digoyang parlemen," kata Irman dalam jumpa pers seusai rapat konsultasi di Istana Negara, Selasa, 26 Juli 2011.
Irman melanjutkan, kewenangan pembahasan UU di DPR juga harus diperjelas. Menurutnya, keterlibatan DPD juga perlu diperluas dalam pembahasan. Sehingga setelah ada pembahasan DPR, DPD, dan pemerintah, maka Presiden memiliki hak veto. "Itu salah satu yang disampaikan ke Presiden," katanya.
Irman juga menuturkan perlunya keseimbangan di lembaga parlemen. Hal ini seperti yang dilaksanakan dalam sistem yudikatif, meskipun perlu banyak masukan dan pertimbangan. Ia berharap usulan amandemen ini bisa ditindaklanjuti sebelum 2014. Namun, kata dia, usulan ini harus mendapat persetujuan mayoritas fraksi yang ada di Majelis Permusyawaratan Rakyat. Hingga saat ini, DPD telah berusaha mensosialisasikannya kepada partai politik. Ia pun berharap hal itu bisa berjalan dengan baik.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan telah menerima masukan resmi soal amandemen ini. Ia mengungkapkan memang banyak usulan soal amandemen Undang Undang Dasar 1945 dengan sejumlah argumentasi. Sebagai Presiden, SBY menyatakan tetap menerima masukan, namun tentu dengan pengkajian. "Selalu dimungkinkan perubahan UUD, namun tidak pada pembukaan UUD. Kandungannya menyesuaikan zaman, keperluan, dan kehidupan bernegara dan pembangunan. Terbuka peluang itu," ujarnya.
Namun, ia meminta perubahan yang diusulkan itu tidak terlalu sering dilakukan. Menurut SBY, terlalu sering dilakukan amandemen bisa mengganggu segala segi kehidupan dan jalannya pemerintahan. "Dalam konteks itu terbuka pandangan masyarakat, ada yang ditangkap kembali, UUD ada yang perlu dimantapkan, ada yang kurang diubah sekaligus," kata Presiden. "Proses berikutnya, mekanisme lembaga MPR dan masyarakat luas punya hak untuk menyampaikan pandangan dan pemikirannya."
EKO ARI WIBOWO