TEMPO Interaktif, Jakarta - Indonesia Corruption Watch menyarankan Komisi Pemberantasan Korupsi tak buru-buru membuka informasi nama-nama 155 perusahaan milik eks Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin kepada publik. Alasannya, agar hantaman Nazaruddin kepada KPK tidak bertambah besar yang nantinya justru semakin mengaburkan konsentrasi kerja Komisi Antikorupsi itu.
"Kalau dibuka sekarang, KPK ibarat akan menghadapi seratus orang lebih banyak. Satu orang Nazaruddin saja KPK kerepotan," kata Peneliti Korupsi ICW Donal Fariz ketika dihubungi, Kamis 28 Juli 2011.
Donal mengatakan, terkuaknya sejumlah perusahaan milik Nazaruddin dalam kasus-kasus korupsi di empat kementerian saja sudah berimbas pada serangan bertubi-tubi dari bekas anggota DPR itu. KPK pun saat ini kelabakan mengklarifikasi semua tudingan yang dilontarkan Nazaruddin dari tempat antah-berantah. "Ketika beberapa perusahaan lain dibuka, Nazaruddin akan langsung membuat tembok," ujar dia.
Menurut dia, KPK sekarang harus lebih berhati-hati dan belajar dari strategi yang digunakan Nazaruddin. Soalnya, dengan segala tudingan yang dialamatkan ke pemimpin KPK, Nazaruddin terbukti berhasil mengobok-obok Komisi Antikorupsi itu. "Kalau semua info dibuka, isu akan terus digiring Nazaruddin ke hal-hal yang non substansial. KPK sekarang di dalam sudah ribut sendiri, terpancing gaya permainan Nazaruddin," kata Donal.
Donal mengatakan, Nazaruddin dapat melakukan strategi memecah belah KPK karena buron Interpol itu tidak bekerja sendirian. "Nazar tentu tidak seorang diri, ada banyak penumpang-penumpang gelap yang memanfaatkan momentum ini untuk mendeligitimasi KPK," ujarnya.
Karenanya, Donal menilai sikap KPK untuk merahasiakan nama-nama seluruh perusahaan Nazaruddin sebagai keputusan yang tepat saat ini. "Saya melihat itu lebih kepada strategi penyidik di KPK untuk mengejar alat bukti dan tersangka lain yang terlibat dalam kasus ini," kata dia.
Ia mangatakan, tidak hanya publik saja yang menunggu KPK membuka informasi tersebut, melainkan penjahat-penjahat yang saat ini masih berada di luar juga menunggu hal itu. "Kalau infomasi itu diperoleh penjahat lebih dulu, mereka akan bisa berkemas menghilangkan alat bukti."
MAHARDIKA SATRIA HADI