TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Penasehat IPW (Indonesian Police Watch), Johnson Panjaitan, menilai pencapaian reformasi di tubuh kepolisian masih jauh dari harapan jika melihat kenyataan kinerja aparat lembaga itu di kawasanan pelosok. Johnson menceritakan pengalamannya disandera polisi di Pulau Kawe, Raja Ampat, Papua Barat pada pertengahan Juli 2011 lalu.
"Polisi makin brutal jika daerah tugasnya makin jauh dari pusat pemerintahan, saya ditodong senapan serbu AK 47 dan SS1, ketika saya ajak dialog mereka malah mau menembak," kata Johnson di Yogyakarta, Jumat petang, 29 Juli 2011. "Bukti yang saya alami sendiri."
Menurut dia, penyanderaanya membuktikan garis komando sama sekali tidak dihormati aparat kepolisian. Dia sudah menunjukkan kepada sejumlah aparat kepolisian yang mengaku dari Polres Raja Amapat itu surat perintah pengadilan yang memerintahkan penundaan eksekusi lahan milik masyarakat adat oleh sebuah perusahaan tambang nikel dari Jakarta. Namun, meski dia menunjukkan pula surat keterangan izin dari Polda, sejumlah aparat itu malah mengancam . "Di sini kami yang berkuasa, apa itu Kapolres," kata Johnson meniruakan ucapan polisi yang terus menodongkan senjata AK 47.
Johnson khawatir ini fenomena ini adalah contoh umum yang kini tengah tejadi di seluruh kawasan pelosok Indonesia. Ada indikasi tingkat ketergantungan aparat kepolisian di kawasan pelosok dengan kalangan pengusaha yang membayarnya untuk mendapatkan bantuan keamanan sudah sangat tinggi. "Daerah pelosok tak dikuasai oleh aparat hukum lagi, tapi oleh segerombolan orang bersenjata berseragam," kata Johnson.
Johnson menilai apa yang dia temui di Raja Ampat merupakan pengalamannya yang terburuk selama 25 tahun terjun di kawasan konflik. Dia mengaku tindakan polisi di Raja Amapat jauh lebih buruk dari personel Kopassus pada zaman Orde Baru. "Mereka (Kopassus) masih mau dialog kalau ketemu di lapangan, tidak main todong saja seperti polisi di Raja Ampat," kata Johnson.
Johnson mengaku baru bisa bebas dari kepungan polisi di Raja Ampat setelah ada personel Brimob dari Polda Papua Barat yang dikirim ke Raja Ampat. Kata dia sejumlah aparat kepolisian yang mengepungnya kemudian mengaku melakukan penyanderaan karena mendapat informasi bahwa Johnson provokator. Johnson dituduh akan menggerakkan massa ke kawasan tanah sengketa itu untuk membunuh semua orang, termasuk anak-anak dan perempuan agar Pilkada di Raja Ampat batal.
"Padahal, saya jelas-jelas advokat yang mendampingi masyarakat adat setempat yang sedang bersengketa soal tanah dengan pengusaha tambang," kata Johnson.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM