Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Surat Utang, Mencari Obat Penurun Beban

image-gnews
ANTARA/Rosa Panggabean
ANTARA/Rosa Panggabean
Iklan

TEMPO Interaktif, Jakarta- NIAT Bank Indonesia mengurangi penggunaan Sertifikat Bank Indonesia sebagai instrumen operasi moneter tak lama lagi bakal terwujud. Secara perlahan, instrumen SBI akan digantikan Surat Utang Negara yang diterbitkan pemerintah. Tidak menerbitkan surat utang baru, pemerintah cukup mengubah surat utang yang terkait dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia dan program penjaminan yang semula tidak bisa diperdagangkan (nontradable) menjadi bisa diperdagangkan (tradable).

Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Rahmat Waluyanto menuturkan pembahasan terus dilakukan di level teknis, meski belum ada kata sepakat antara Menteri Keuangan dan Gubernur BI. “Deal memang belum ada, tapi sudah ada understanding,” kata Rahmat di kantornya pekan lalu.

Menurut Rahmat, perubahan itu akan menguntungkan kedua belah pihak. Neraca bank sentral akan lebih sehat. Kementerian Keuangan juga perlu menjaga ketahanan fiskal dan terus mengembangkan pasar Surat Berharga Negara. “Ini dasar kami merestrukturisasi lagi dan mengkonversi surat utang menjadi tradable bonds,” tuturnya.

Pemerintah menerbitkan surat utang yang terkait dengan BLBI dan untuk kebutuhan program penjaminan sebesar Rp 218,32 triliun pada 1998-1999 dalam beberapa seri. Untuk mengganti BLBI, pemerintah menerbitkan SU-001 dan 003 sebesar Rp 144,5 triliun. Selain itu, untuk mengganti Kredit Likuiditas Bank Indonesia kepada Bank Exim diterbitkan SU-002 senilai Rp 20 triliun, dan SU-004 untuk program penjaminan perbankan (blanket guarantee) sebesar Rp 53,8 triliun. Bank Indonesia mendapatkan pembayaran kupon sebesar 3 persen.

Melalui restrukturisasi pada 2003, SU-001 dan 003 diubah menjadi SRBI-001 dengan nilai yang sama. Namun besarnya kupon (bunga) diturunkan menjadi 1 persen, dengan jatuh tempo ditetapkan pada 2033. Restrukturisasi berikutnya tiga tahun kemudian. Bunga SU-002 juga diturunkan menjadi 1 persen. Hanya SU-004 yang bunganya tetap 3 persen. Jatuh tempo kedua surat utang ini disepakati pada 2025. Adapun tunggakan bunga dan indeksasi SU-002 dan 004 dibayar pemerintah dengan menerbitkan SU-007 sebesar Rp 54,86 triliun. Surat utang ini hanya diberi bunga 0,1 persen, dengan jatuh tempo yang panjang, yakni 2025.

Restrukturisasi kembali dilakukan pada 2008. Hasilnya, suku bunga SU-002 dan 004 disamakan dengan SRBI-001, yakni 0,1 persen, yang efektif per 1 Januari 2009. Pada 1 Juli 2011, total saldo SU-002 dan 004, SRBI-01, serta SU-007 sudah mencapai Rp 246,58 triliun.

Seluruh surat utang pemerintah ini tercatat sebagai aset dalam neraca Bank Indonesia. Tapi sebagai aset, tutur Kepala Biro Humas BI Difi A. Johansyah, manfaatnya kecil karena hanya diberi return 0,1 persen. Saat yang sama, operasi moneter BI dengan menggunakan instrumen SBI butuh ongkos besar. Dari kondisi inilah, kata Difi, muncul pemikiran agar surat utang yang terkait dengan BLBI atau program penjaminan itu bisa diperdagangkan. “Ide ini sama sekali bukan untuk menghapus cerita BLBI,” katanya. “Ini demi menyehatkan neraca.”

Menurut Difi, ide awalnya adalah bagaimana Bank Indonesia secara perlahan mengurangi penggunaan SBI yang mahal biayanya. Untuk SBI rata-rata sembilan bulan, misalnya, pemerintah wajib membayar bunga lebih dari 7 persen. Sebaliknya, jika menggunakan surat utang pemerintah--disebut SUN atau SBN--Bank Indonesia bisa mendapatkan keuntungan dari selisih jual-beli. “Bisa juga rugi ketika dilepas untuk operasi moneter, tapi selama memegang SUN, kami menerima bunga dari pemerintah,” kata Difi. Dia menambahkan, BI adalah satu-satunya bank sentral yang masih memakai SBI untuk operasi moneter.

Menurut Difi, sejak 2000 Bank Indonesia sudah menyiapkan SUN sebagai pengganti SBI. Sayangnya, BI kesulitan mengumpulkan SUN lantaran pasar SUN belum terlalu likuid, sementara modal asing mengalir deras. Kini pasar sekunder SUN sudah lebih likuid. Tapi capital inflow masih tinggi, hingga menimbulkan likuiditas berlebih di pasar yang harus diserap BI. Dalam operasi moneter pertengahan Juni lalu, tercatat transaksi sekitar Rp 470 triliun dengan porsi SBI Rp 186 triliun dan term deposit Rp 201,9 triliun. Sisanya merupakan reverse repo, deposit facility, dan foreign exchange swap.

Rahmat membenarkan penerbitan SBI mahal dan terus meningkat bebannya. Padahal, kata dia, ada kesepakatan yang mengatur bahwa kecukupan modal BI tidak boleh kurang dari 3 persen dari kewajiban moneternya. Kalau kurang, pemerintah harus menutup kekurangannya. “Ini kan tidak fair untuk pemerintah,” ujarnya.

Naiknya harga SBI, kata dia, meninggikan biaya operasi moneter, yang berujung pada naiknya kewajiban moneter BI. Dengan begitu, nilai 3 persen dari kewajiban moneter itu pun terkerek naik. Akibatnya, nilai yang harus dibayar pemerintah juga semakin berat. Sebelum sampai ke sana, kata Rahmat, pemerintah dan BI sepakat saling bantu untuk meringankan beban masing-masing.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat, Kemal Stamboel, menambahkan, pengubahan surat utang 002, 004, 007, dan SRBI-01 menjadi tradable adalah bagian dari proyek bersama pemerintah-BI, yakni Pengelolaan Aset dan Kewajiban (Asset-Liabilities Management). Dalam proyek ini, pemerintah dan BI bersama-sama menyusun neraca yang akan menghitung semua hak dan kewajiban pemerintah kepada BI dan sebaliknya.

Sebelum melaksanakannya, menurut Kemal, pemerintah dan BI harus meminta persetujuan DPR. Sebab, konversi itu menambah beban fiskal. “Kalau mau dilepas ke pasar, kan, tidak mungkin bunganya 0,1 persen,” kata Kemal.

Tak cuma soal bunga, menurut ekonom Standard Chartered Bank, Fauzi Ichsan, pasar akan mempertanyakan tenor dan harga surat utang itu. “Bisa diperdagangkan tapi butuh pre-adjustment,” ujarnya. Kalau bunga dinaikkan, kata dia, sudah tentu harganya turun. “Siapa yang menanggung harga turun ini? BI atau pemerintah? Ini perlu dijelaskan.”

Menurut pengamat ekonomi Umar Juoro, isu besar dari konversi tradable bonds ini adalah naiknya beban fiskal lantaran ada peningkatan beban bunga. “Berarti menambah defisit anggaran,” ujarnya. Dan ini, kata dia, menjadi politis. “Itu sebabnya perlu persetujuan DPR.”

Untuk meminimalisasi perdebatan, menurut dia, pemerintah tidak perlu mengkonversi semua surat utang itu. “Cukup yang seri 002 dan 004 itu dulu,” ujarnya. Sebab, SRBI-01 dan SU-007 terkait dengan BLBI dan penjaminan perbankan. “Lebih sensitif,” katanya.

Yang penting juga dimatangkan oleh pemerintah dan BI, kata Umar, adalah kesepakatan soal berapa besar surat utang yang akan dikonversi, bunga, tenor, dan kemungkinan adanya diskon pokok.

Rahmat menerangkan, skema konversi dari nontradable menjadi tradable bonds masih dibahas. Begitu juga berapa tingkat bunga yang akan dikenakan. Adapun harga, dia mengatakan, akan menggunakan harga SUN yang sudah biasa sebagai acuan.

Rahmat membenarkan, beban fiskal akan muncul karena yield atau imbal hasil tradable bonds itu lebih tinggi, sehingga seolah beban operasi moneter pindah ke pemerintah. Karena itu, perlu ada kesepakatan tentang skema dan burden sharing (pembagian beban) dengan BI. “Ini yang sedang dibicarakan,” ujarnya.

Berapa besar surat utang yang akan dikonversi itu, menurut Rahmat, bergantung pada kesepakatan dengan BI. Namun, kata dia, yang penting adalah penggunaan SUN sebagai instrumen moneter BI akan membuat pasar SUN lebih aktif, dan likuid. “Dengan sendirinya yield akan semakin turun,” tuturnya.

Anne L. Handayani

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Pemerintah Raup Rp 24 Triliun dari Lelang Surat Utang Negara Hari Ini

35 hari lalu

Gedung Kementerian Keuangan atau Kemenkeu. Dok TEMPO
Pemerintah Raup Rp 24 Triliun dari Lelang Surat Utang Negara Hari Ini

Pemerintah telah melelang Surat Utang Negara hari ini Rabu, 13 Maret 2024. Total nominal yang dimenangkan mencapai Rp 24 triliun.


Minat Investor pada Surat Utang Negara Tinggi

13 Desember 2023

Surat Utang Negara adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh pemerintah. Berikut ulasannya. Foto: Canva
Minat Investor pada Surat Utang Negara Tinggi

Pemerintah menyebut minat investor pada lelang Surat Utang Negara (SUN) terakhir tahun ini relatif baik.


Surat Utang Negara: Pengertian, Jenis, dan Keuntungannya

17 November 2023

Surat Utang Negara adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh pemerintah. Berikut ulasannya. Foto: Canva
Surat Utang Negara: Pengertian, Jenis, dan Keuntungannya

Surat Utang Negara adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh pemerintah. Berikut ulasannya.


Memahami 4 Jenis Investasi Jangka Pendek dan Tips Memulainya

16 Agustus 2023

Berikut ini beberapa jenis investasi jangka pendek yang bisa Anda coba dan beberapa tipsnya. Foto: Pexels
Memahami 4 Jenis Investasi Jangka Pendek dan Tips Memulainya

Investasi jangka pendek adalah bentuk investasi dengan jangka waktu yang relatif singkat. Simak penjelasan 4 jenis dan cara memulainya.


Pemerintah Terbitkan Samurai Bonds Senilai Rp11,35 T, Apa Artinya?

23 Mei 2023

Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (3/3/2023) Tempo/Tony Hartawan
Pemerintah Terbitkan Samurai Bonds Senilai Rp11,35 T, Apa Artinya?

Surat Utang Negara dalam valuta asing berdenominasi Yen Jepang (Samurai Bonds) setara Rp11,35 triliun itu diterbitkan pada 19 Mei 2023. Ini artinya.


Ketahui Apa itu Surat Utang Negara dan Tujuan Penerbitannya

9 Januari 2023

Direktur Surat Utang Negara Kementerian Keuangan, Loto S Ginting (tengah) memegang smartphone saat melakukan peluncuran surat utang Savings Bond Retail seri SBR005 di Giyanti Coffee, Jakarta Pusat, Kamis 10 Januari 2019. Tempo/Dias Prasongko
Ketahui Apa itu Surat Utang Negara dan Tujuan Penerbitannya

Surat Utang Negara merupakan salah satu surat berharga yang dapat dijadikan investasi. SUN ini diterbitkan dalam bentuk yang dapat diperdagangkan dan tidak.


Lelang 7 Seri Surat Utang Negara Hari Ini, Pemerintah Raih Rp 19,2 Triliun

3 Januari 2023

Ilustrasi investasi. pixabay
Lelang 7 Seri Surat Utang Negara Hari Ini, Pemerintah Raih Rp 19,2 Triliun

Lelang surat utang negara atau SUN dilaksanakan pada Selasa, 3 Januari 2023, pukul 09.00 WIB hingga 11.00 WIB.


Lelang 7 Surat Utang Negara Hari Ini, Pemerintah Targetkan Kantongi Rp 23 Triliun

3 Januari 2023

Gedung Kementerian Keuangan atau Kemenkeu. Dok TEMPO
Lelang 7 Surat Utang Negara Hari Ini, Pemerintah Targetkan Kantongi Rp 23 Triliun

Pemerintah bakal melelang tujuh seri Surat Utang Negara (SUN) hari ini, Selasa, 3 Januari 2023. Pelaksanaan lelang akan dimulai pukul 09.00 WIB hingga 11.00 WIB.


Mengelola Utang Negara Melalui Pinjaman dan Hibah

22 Oktober 2022

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bertemu dengan World Bank Regional Vice President for East Asia and Pacific Manuela V. Ferro dalam rangkaian pertemuantahunan IMF - World Bank, yaitu IMF Committee Breakfast Meeting, usai pertemuan FMCBG G20 terakhir 12-13 Oktober lalu. DOK KEMENKEU
Mengelola Utang Negara Melalui Pinjaman dan Hibah

Pemanfaatan utang negara yang produktif serta sumber pembiayaan yang efisien dan berisiko rendah akan meringankan beban generasi mendatang.


Gubernur BI Prediksi Tekanan Aliran Modal Asing Keluar Meningkat pada Kuartal III - 2022

20 Oktober 2022

Logo atau ilustrasi Bank Indonesia. TEMPO/Imam Sukamto
Gubernur BI Prediksi Tekanan Aliran Modal Asing Keluar Meningkat pada Kuartal III - 2022

Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan tekanan aliran modal asing yang ke luar Indonesia terus meningkat terutama dalam bentuk investasi portofolio.