TEMPO Interaktif, Jakarta - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mencatat setidaknya terdapat 13 daerah kabupaten/kota yang memiliki utang di atas Rp 100 miliar. Koordinator Investigasi dan Advokasi FITRA Uchok Khadafi mengatakan ini merupakan catatan utang tahun 2009. Utang yang dimaksud terdiri dari kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang.
Daerah-daerah dengan utang di atas Rp 100 miliar itu adalah Kutai, Kota Medan, Kota Surabaya, Bojonegoro, Teluk Bintuni, Kota Palembang, Badung, Banyuasin, Sidenreng Rappang, Kota Makassar, Bone, Ogan Ilir, dan Grobogan. Kutai tercatat memiliki total utang tertinggi, yaitu Rp 286,341 miliar, disusul Kota Medan dan Surabaya masing-masing Rp 211,535 miliar dan Rp 203,348 miliar.
Uchok mengatakan utang pemerintah daerah merupakan salah satu indikator menuju pembangkrutan daerah, di samping tingginya anggaran yang dialokasikan untuk belanja pegawai. Utang ini juga dinilai memberatkan masyarakat karena pada akhirnya masyarakat yang harus membayar utang ini melalui pajak.
"Masyarakat akan membayar kewajiban berupa pembayaran pokok ataupun bunganya kepada pemberi peminjaman," katanya melalui surat elektronik kepada Tempo, Minggu 31 Juli 2011. Ia juga menuding birokrat dan pimpinan daerah yang paling menikmati keuntungan dari utang itu.
Pengelola daerah, menurut Uchok, memiliki keberanian berutang karena memperoleh keuntungan berupa insentif dari donor. Karena itu pengambil kebijakan dalam hal ini legislatif dan eksektuif sering secara sengaja menyusun rencana anggaran defisit supaya para donatur bersedia memberikan utang.
"Kemudian para pengambil kebijakan mengetahui bahwa yang membayar utang bukan mereka, tapi masyarakat melalui pajak yang mereka bayar kepada negara," katanya.
Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Reydonnyzar Moenek mengatakan pemerintah daerah memang tidak dilarang berutang atau mengajukan pinjaman kepada pihak ketiga. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005.
Peraturan ini menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman pemerintah dan pemerintah daerah tidak melebihi 60 persen dari produk domestik bruto yang bersangkutan. Pinjaman yang boleh diajukan meliputi pinjaman jangka pendek, menengah, dan panjang. Pinjaman jangka pendek digunakan untuk menutup kekurangan arus kas pada tahun anggaran bersangkutan.
Sedangkan pinjaman jangka menengah dipergunakan untuk membiayai penyediaan layanan umum yang tidak menghasilkan penerimaan. Sebaliknya pemerintah daerah boleh mengajukan pinjaman jangka panjang untuk membiayai proyek investasi yang menghasilkan penerimaan.
KARTIKA CANDRA