TEMPO Interaktif, Jakarta - Pengamat media Veven Sp Wardhana menganggap pemerintah tidak konsisten mengenai masalah akuisisi industri televisi. Ini dapat dilihat dalam pro-kontra akuisisi PT Indosiar Karya Media Tbk oleh induk usaha SCTV, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. "Ini tidak konsisten untuk regulator," kata Veven ketika dihubungi Tempo, Senin, 1 Agustus 2011.
Pasalnya, akuisisi dalam industri televisi tidak hanya terjadi antara Indosiar dan SCTV, tapi juga terjadi di stasiun televisi lain seperti TV7 yang mengubah namanya menjadi Trans7 setelah diakuisisi oleh Trans TV atau Lativi yang menjadi TV One setelah diakuisisi oleh ANTV. "Kalau televisi lain tidak ada problem, seharusnya untuk akuisisi yang satu ini juga tidak mengalami masalah," katanya.
Dalam Undang-Undang Penyiaran, kata Veven, stasiun televisi satu boleh saja mengakuisisi stasiun televisi lainnya asalkan berada di provinsi berbeda. Itu pun dengan catatan persentase kepemilikan saham satu lembaga maksimum 49 persen. "Jika dilihat ketentuan itu, memang Indosiar-SCTV tidak memenuhi karena berada di provinsi yang sama. Namun, hal itu juga terjadi dengan televisi lain," ujar Veven.
Tak konsistennya sikap pemerintah, katanya, menunjukkan ada ketidaksinergian antara dua aturan hukum yang berkaitan dalam kasus ini, yakni Undang-Undang Penyiaran dan Undang-Undang Pasar Modal. Jika terjadi hal kontradiktif seperti ini, menurutnya, "Pada akhirnya akan berujung ke Mahkamah Konstitusi. Tinggal pilih saja mana yang akan diuji materi (judicial review)."
Jika dalam hal ini ketentuan dalam Undang-Undang Penyiaran yang mesti ditegakkan, menurut Veven itu akan berimbas pada stasiun televisi lainnya. "Konsekuensinya pada yang lain," katanya.
SUTJI DECILYA