TEMPO Interaktif, Denpasar - Bentara Budaya Bali menampilkan karya-karya cukil kayu Winarso Taufik dalam ajang pameran seni rupa bertajuk Rimba Senja Kala.
Pameran yang berlangsung sejak Sabtu, 6 Agustus 2011, hingga Minggu, 14 Agustus 2011, merupakan bagian dari penghargaan bagi Winarso setelah memenangi Trienal Seni Grafis Indonesia 2009. “Bagi kami pameran ini menjadi sarana perenungan tentang apa yang terjadi di sekitar kita,” kata pengamat Seni Jean Couteau saat membuka pameran.
Winarso menyebutkan 30 karya yang dipamerkannya berfokus pada alam. Di situ tampak asap yang menyelimuti kehidupan, pohon-pohon yang tumbang ditebang hingga tak tersisa, truk-truk pengangkut kayu, manusia-manusia yang memadati jalanan, pekat asap kendaraan, dan juga tengkorak bertopi yang mengibarkan bendera seakan meminta pertolongan.
Winarso ingin mengajak penikmat karyanya merefleksikan hiruk-pikuk yang menodai keheningan alam. “Adalah sesuatu yang sangat menyenangkan mengamati kehidupan manusia dan alam saat ini,” ujarnya.
Bagi Winarso, satu sama lain seolah saling memberi arti. Namun pada saat yang bersamaan masing-masing saling melukai.
Winarso adalah seniman kelahiran Kebumen, Jawa Tengah, 7 November 1977. Dia sempat mengenyam pendidikan seni rupa di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Ia pernah membuat sebuah buku tebal tanpa teks tapi diisi dengan cukilan kayu yang dikerjakan dengan teknik dan kerumitan tinggi, yang kemudian berhasil memikat dan menarik perhatian dewan juri Trienal Seni Grafis Indonesia 2009.
Menurut Hendro Wiyanto, kurator pameran, karya-karya Winarso menggunakan teknik cetak dalam Itaglio. Di antaranya etsa, aquatint, dan drypoint.
Etsa merupakan teknik cetak yang menggoreskan pelat logam (tembaga, seng, atau baja) yang ditutup dengan lapisan sejenis lilin, kemudian digoreskan dengan jarum etsa, sehingga bagian logam terbuka dan dicelupkan dalam larutan asam untuk mengikis plat yang digores.
Adapun aquatint merupakan variasi dari etsa. Teknik ini menggunakan asam untuk menggambar cetakan pada plat logam dan serbuk resin untuk menciptakan efek tonal. Sedangkan drypoint memakai alat burin berbentuk V. Dengan demikian goresannya akan meninggalkan kesan kasar pada tepi garis.
ROFIQI HASAN