TEMPO Interaktif, Jakarta - Menjelang Lebaran, tingkat hunian Rumah Sakit Khusus Jiwa dan Penyalahgunaan Narkoba Duren Sawit meningkat. Pasalnya, banyak keluarga pasien yang tidak mau terganggu aktivitasnya. "Karena itu, mereka menitipkan kerabat ke sini," kata Direktur Utama Rumah Sakit Duren Sawit, Joni H. Ismoyo, di kantornya, Selasa, 16 Agustus 2011.
Menurut Joni, sebagian pasien penyakit jiwa yang dititipkan memang membutuhkan perawatan. Namun sebagian lagi merupakan pasien yang sengaja dititipkan dan tidak perlu dirawat inap. "Sekarang saja sudah ada 20 pasien titipan," ujarnya.
Baca Juga:
Joni mengatakan pasien titipan biasanya dari keluarga terpandang. Usianya berkisar 40-an. Pasien ini, kata dia, dikhawatirkan kumat saat keluarga merayakan Lebaran. "Takut kumat dan mengamuk."
Dalam catatannya, okupansi rawat inap saat ini sudah 100 persen. Artinya sebanyak 150 tempat tidur di rumah sakit ini terisi penuh. Menurut Joni, setiap mendekati Lebaran situasinya selalu seperti ini. "Banyak yang tidak nyaman dan malu jika keluarganya terganggu jiwanya," tuturnya.
Sebagai antisipasi, pihaknya akan selektif menerima pasien gangguan jiwa. Kalau tidak layak menjalani rawat inap, rumah sakit akan menolak pasien itu.
Ahli kesehatan jiwa di Rumah Sakit Duren Sawit tidak cuma menangani pasien rawat inap. Namun juga menerima rujukan dari Panti Sosial Bina Laras Cipayung. "Panti yang menampung, kami yang mengirim obat dan tenaga ahli ke sana," katanya.
Menurut dia, jelang Lebaran seperti ini, banyak gelandangan psikotik yang kena razia. Akibatnya penghuni panti meningkat tajam. Dari satu wilayah saja bisa seratusan pasien. Mereka banyak datang dari daerah penyangga.
Pasien dari jalanan ini akan disembuhkan dulu, baru dikembalikan ke daerah asal. Indikator awal kesembuhan, dia menambahkan, adalah pasien bisa bersosialisasi. Potensi depresi tetap ada, baik di kota atau desa. Semuanya terkait tingkat ekonomi dan gaya hidup.
HERU TRIYONO