TEMPO Interaktif, Kupang - Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Frans Lebu Raya mengakui telah memberikan izin pertambangan emas kepada PT Fathi Resources di kawasan hutan Wanggameti, Kecamatan Matawai Lapawu, Kabupaten Sumba Timur.
"Benar izin pertambangan emas di Wanggameti saya yang keluarkan, atas rekomendasi Bupati Sumba Timur," kata Gubernur Frans Lebu Raya kepada wartawan di Kupang, Selasa, 16 Agustus 2011.
Menurut gubernur, izin kepada PT Fathi Resources baru sebatas eksplorasi, bukan izin eksploitasi. Izin eksplorasi, kata Gubernur, diperlukan perusahaan tersebut untuk mengetahui kandungan deposit emas di lokasi tersebut.
Sampai saat ini, kata Gubernur, belum diketahui secara pasti apakah pertambangan emas di hutan Wanggameti bisa ditingkatkan ke tahap eksploitasi atau tidak. "Kami masih menunggu hasil eksplorasi dari perusahaan tersebut," ujarnya.
Gubernur juga mengatakan telah mengirimkan tim verifikasi ke Sumba Timur untuk memastikan apakah lokasi pertambangan itu berada dalam kawasan hutan lindung Wanggameti atau tidak. "Sampai hari ini saya belum terima laporannya,” papar Gubernur Lebu Raya.
Koordinator Worldwide Fund for Nature (WWF) Regional Nusa Tenggara Muhamad Ridha Hakim mempertanyakan izin pertambangan emas tersebut. Menurut Ridha, kawasan hutan Wanggameti adalah hutan konservasi yang harus dilindungi kelestariannya. Sebab, kawasan hutan tersebut telah ditetapkan menjadi Taman Nasional Wanggameti.
Itu sebabnya Ridha meminta gubernur memperhatikan tuntutan warga enam desa di Kecamatan Matawai Lapawu, Kabupaten Sumba Timur yang mendesak agar mencabut izin dan menutup pertambangan emas PT Fathi Resources. “Kami tidak mempersoalkan perusahaan apa dan siapa pemiliknya, tapi kebijakan aneh yang mengizinkan pertambangan emas di kawasan Taman Nasional,” kata Ridha ketika dihubungi Tempo, Selasa, 16 Agustus 2011.
Aksi protes ribuan warga dari enam desa di Kecamatan Matawai Lapawu berlangsung Kamis, 4 Agustus 2011 hingga Rabu, 10 Agustus 2011. Warga keberatan adanya pertambangan yang lokasinya, menurut warga, berada di dalam hutan lindung.
Menyikapi protes ribuan warga tersebut, Gubernur Lebu mengirimkan tim verifikasi untuk meneliti apakah lokasi pertambangan tersebut berada di dalam kawasan hutan lindung. Gubernur mengatakan akan mencabut izin perusahaan tersebut jika tim verifikasi yang dikirim ke Sumba Timur memastikan kawasan hutan Wanggameti termasuk kawasan hutan lindung.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Tempo, kegiatan eksplorasi oleh perusahaan tersebut sesuai Surat Keputusan Gubernur NTT Nomor 344/Kep/2007. Perusahaan tersebut mendapatkan konsesi pertambangan emas di kawasan hutan Wanggameti dengan luas areal 99.970 hektare.
Ridha mengingatkan, warga Kecamatan Matawai Lapawu mengetahui secara persis pembagian peruntukan di kawasan hutan tersebut. Mereka juga mengetahui bahwa kawasan hutan tersebut telah ditetapkan menjadi Taman Nasional.
Pada 1997 dan 1998, ketika tim WWF melakukan program pemetaan partisipatif untuk mengusulkan kawasan hutan Wanggameti menjadi taman nasional, warga Matawai Lapawu ikut serta di dalamnya. Saat itu warga tidak keberatan hutan Wanggameti dijadikan taman nasional.
Gubernur juga seharusnya memahami adanya keterkaitan budaya antara warga Sumba dengan hutan. Selain digunakan untuk berladang, sejumlah ritual adat dilakukan di hutan. ”Secara adat, warga memiliki batasan-batasan fungsi hutan yang ditandai dengan batu munggu atau tumpukan batu,” kata Ridha
Aktivitas pertambangan di kawasan hutan Wangameti, kata Ridha, tidak hanya merusak ekosistem. Kawasan hutan Wanggameti juga termasuk hutan tutupan (forest cover) untuk mengamankan kawasan suplai air. “Untuk Pulau Sumba yang tergolong pulau kecil, kawasan hutan tutupannya hanya tersisa 6 persen. Jika digunakan lagi untuk aktivitas pertambangan, maka kelancaran suplai air untuk kebutuhan konsumsi maupun pertanian akan semakin terancam,” papar Ridha.
Fakta lain yang perlu menjadi pertimbangan gubernur, kata Ridha pula, kawasan hutan Wanggameti memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. ”Menggandeng investor untuk mengelola kekayaan daerah memang penting untuk meningkatkan pendapatan asli daerah, tapi harus mempertimbangkan faktor ekosistem.”
Gubernur juga diingatkan untuk memperhatikan tata ruang ketika mempertimbangkan izin usaha pertambangan. Apalagi menurut data WWF Nusa Tenggara, seluruh daerah kabupaten dan kota di Provinsi NTT hingga saat ini belum memiliki Peraturan Daerah tentang Tata Ruang, terutama yang berkaitan dengan kawasan pertambangan.
Minimnya kawasan suplai air bahkan tidak hanya terjadi di Pulau Sumba. Wilayah tangkapan air di seluruh kawasan NTT saat ini sudah dalam kondisi devisit hingga 2,6 miliar meter kubik. ”Komposisi antara kebutuhan dengan kemampuan suplai sudah sangat buruk,” tutur Ridha.
Direktur PT Fatih Resources Ahmad Chandra ketika dimintai konfirmasi membantah lokasi pertambangan emas perusahaan itu berada di dalam kawasan hutan lindung maupun Taman Nasional Wanggameti. "Salah besar jika dikatakan kami melakukan usaha pertambangan di dalam kawasan hutan lindung atau Taman Nasional Wanggameti. Lokasi kami berada di luar luar kawasan itu," katanya ketika dihubungi Tempo dari Kupang, Selasa, 16 Agustus 2011.
Menurut Ahmad, aktivitas perusahaannya masih pada tahap eksplorasi yang sudah dimulai sejak tahun 2008. Tidak ada dampak apa pun selama kegiatan ekplorasi. Untuk aktivitas eksplorasi itu pun perusahaannya juga miliki izin yang lengkap. ”Karena masih dalam tahap eksplorasi, kami belum bisa memastikan apakah akan tetap dilanjutkan dengan tahap eksploitasi di lokasi itu atau tidak,” paparnya.
Sejumlah tim, kata Ahmad, sudah meninjau lokasi pertambangan perusahaannya. Ada tim dari Pemerintah Pusat, provinsi, kabupaten, juga LSM. Mereka datang untuk memastikan tentang letak atau lokasi pertambangan perusahaan tersebut.
Ihwal aksi penolakan warga, kata Ahmad, sudah dilakukan berulang kali, bahkan hampir setiap hari warga melakukan aksi demontrasi. "Sesuai laporan tim kami, warga yang menolak justru berasal dari luar kawasan yang akan ditambang," katanya.
Warga Desa Wanggameti, kata Ahmad pula, sudah menyetujui, hanya tersisa beberapa orang yang tidak setuju. "Kami sedang menunggu laporan dari kepala desa," ujarnya. Namun, jika warga tetap menolak, dia berjanji akan memindahkan lokasi pertambangan ke daerah lain. ”Kami akan cari lokasi lain. Bila perlu keluar dari Pulau Sumba."
YOHANES SEO | JALIL HAKIM