TEMPO Interaktif, Jakarta - Sebanyak 14 bupati dari 6 provinsi diduga terlibat pelanggaran kawasan hutan. Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan Darori mengatakan dugaan itu disimpulkan dari penyidikan yang dilakukan oleh tim terpadu Penertiban Penggunaan Kawasan Hutan yang Tidak Prosedural.
"14 Bupati sudah kami serahkan ke KPK dan masih disidik terus. Karena kami masih terus melakukan penertiban kawasan, maka jumlah pejabat daerah yang terlibat masih bisa bertambah," kata Darori usai temu wicara dalam penghargaan Wana Lestari 2011 di Hotel Gran Cempaka, Kamis, 18 Agustus 2011.
Menurut Darori, sangat besar kemungkinan akan banyak bupati terlibat mengingat kawasan hutan yang dipakai tanpa prosedural kehutanan sangat luas. Saat ini tim terpadu sedang melakukan indentifikasi dan investigasi di Kendari, Sulawesi Tenggara.
"Dan kami masih punya agenda melakukan penertiban kawasan hutan di Riau, Gorontalo, dan Jawa Barat," ujarnya. Tim terpadu terdiri dari aparat PPNS Kementerian Kehutanan, Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, kepolisian dan kejaksaan, serta KPK.
Darori menambahkan, dengan diserahkannya 14 bupati dari 6 provinsi ke KPK bisa menjadi shock therapy bagi pejabat daerah untuk tidak mudah memberikan izin penggunaan kawasan hutan. Dia merinci 14 bupati yang diserahkan ke KPK itu terdiri dari 3 bupati di Provinsi Kalimantan Timur, 2 bupati dari Kalimantan Barat, 2 bupati Kalimantan Tengah, 3 bupati Sulawesi Tenggara, 2 bupati dari Provinsi Riau, dan 2 bupati Sumatera Utara.
KPK menindaklanjuti penyidikan karena ada indikasi tindak pidana korupsi. Meskipun begitu, lanjutnya, proses pelanggaran kawasan hutan dengan pemberikan izin tanpa prosedur sah akan tetap diproses Kementerian Kehutanan karena melanggar UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
"Soal kerugian negara dari tindakan pelanggaran itu, 2-3 bulan ke depan baru bisa diketahui berapa hektare kawasan hutan yang dilanggar untuk kebun dan tambang," ungkapnya.
Dia menambahkan, akibat penggunaan kawasan hutan yang tidak prosedural di Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantam Timur, negara dirugikan sedikitnya Rp 250 triliun. Pelanggaran diperkirakan dilakukan oleh lebih dari 100 perusahaan tambang dan kebun di tiga wilayah di Kalimantan itu.
"Pelanggarannya adalah menduduki kawasan tanpa izin, lalu juga penebangan kayu tanpa prosedur di kawasan hutan seluas 14 juta hektare," ujarnya. Diduga perusahaan tersebut terindikasi melakukan kolusi dan korupsi dengan pejabat pemerintah daerah.
ROSALINA