TEMPO Interaktif, Jakarta -Sepintas tak ada yang salah pada gigi Sarwono Agung. Giginya putih, bersih, dan rapi. Tapi tak lama kemudian Agung terlihat sudah memakai behel di deretan gigi atas dan bawah. "Biar simetris," kata karyawan swasta di kawasan Jakarta Utara ini.
Dia mengaku giginya tak simetris karena salah satu gigi hilang dan gigi-gigi lainnya bergerak mengisi kekosongan gigi tersebut. Pria 35 tahun ini akhirnya memasang behel untuk mendapatkan bentuk gigi yang simetris dan sesuai dengan rahangnya. Menurut orthodontist dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Bandung, Profesor Eky S. Soeria Soemantri, banyak orang menilai faktor estetik sebagai faktor utama memasang behel. "Esensinya sebenarnya untuk fungsi," ujar drg Eky di sela acara Bulan Kesehatan Gigi di Hotel Mulia, Jakarta.
Contohnya kasus gigi tonggos. Persoalan ini bisa disebabkan oleh berbagai macam hal, misalnya gigi atas terlalu maju atau gigi bawah terlalu ke belakang atau karena rahang yang terlalu maju atau terlalu ke belakang. Nah, menurut dokter Eky, di sinilah fungsi behel tak hanya untuk memperbaiki fungsi gigi, tapi juga rahang, misalnya untuk mengunyah makanan atau bicara. Jika gigi atau rahang tak sesuai, fungsi pencernaan dan berbicara pun jadi terganggu.
Untuk kasus gigi, menurut Eky, masih bisa diperbaiki dengan memasang behel. Tapi, untuk kasus rahang, biasanya harus dirawat sejak awal pubertas pada usia 9-11 tahun. Itu pun biasanya diperbaiki dengan melakukan pembedahan. "Tidak bisa pakai behel saja," ujarnya. Memasang behel pun tidak boleh sembarangan. Seorang orthodontist harus mengetahui sumber permasalahan di gigi. Biasanya mulut seseorang akan di-roentgen atau dibuatkan model cetakan gigi atau struktur mulutnya. Baru setelah itu akan dipasangi behel. Jenis kawat yang dipasang juga akan menentukan tarikan gigi yang dirawat.
Pemasangan behel biasanya akan berlangsung 1-2 tahun. Itu pun bergantung pada kasus yang dialami seseorang. Selama pemasangan, seseorang juga harus terus melakukan perawatan yang lebih intensif. Setidaknya sebulan sekali harus melakukan kontrol untuk penarikan behelnya. Biasanya seseorang akan merasakan ngilu atau sakit setelah giginya dipasangi behel. Tapi, menurut Eky, rasa ngilu tidak akan berlangsung lama. "Paling cuma tiga hari, maksimal seminggu," ujarnya.
Memakai kawat gigil (behel) tak sekadar untuk keserasian, estetika, atau alat kebanggaan, tapi ada juga yang pasang agar badan langsing. "Nah, masa tak mau makan inilah yang sering dipakai orang untuk memasang behel agar (tubuhnya) kurus karena tidak doyan makan pada awal-awal pemasangan," kata drg Eky. Susah makan pernah dialami Agung karena giginya ngilu dan sensitif hampir selama seminggu.
Untuk menjaga kesehatan giginya, Agung rutin menyambangi dokter gigi yang memasang behelnya. Di luar kunjungan dokter, dia juga rajin melakukan perawatan mulutnya. "Pakai sikat gigi khusus, tusuk gigi khusus, pakai wax untuk melindungi dinding dalam mulut, dan obat kumur," ujarnya. Setelah enam bulan, Agung juga harus mengganti karet behel giginya.
Dokter Eky, yang sering menerima limpahan pasien, mengingatkan agar jangan sembarangan memilih tempat pemasangan behel. Menurut dia, pemasangan behel ini harus dilakukan oleh ahlinya, bukan sekadar tukang gigi. Sebab, untuk menarik gigi atau merapikannya, harus dilakukan dengan cermat. "Kami harus menghitung dan mengukur dulu kondisi gigi dan rahang, tidak asal pasang dan tarik gigi," ujarnya.
DIAN YULIASTUTI