Judul: Di Bawah Lindungan Kabah
Genre: drama religi
Sutradara: Hanny R. Saputra
Penulis: Titien Wattimena & Armantono
Pemain: Herjunot Ali, Laudya Cintya Bella, Didi Petet, Jenny Rachman, Niken Anjani, Tara Budiman, Widyawati, Leroy Osmani
Produksi: MD Pitcures
---------------------
Di tepi pantai, di antara deburan ombak, mimpi itu ditahbiskan. Impian dua remaja yang diam-diam saling mencintai, Zainab dan Hamid. Hamid, lelaki sederhana, putra seorang janda miskin, bercita-cita menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Zainab (Laudya Cintya Bella), gadis cantik, putri keluarga terpandang, punya mimpi lain, Hamid, jika kau sampai ke muka Kabah, kutitipkan doa agar aku bisa menikah dengan orang yang aku cintai dan mencintaiku, katanya lirih, menatap laut lepas.
Sebuah adegan awal yang romantis sekaligus menyentuh. Di tangan sutradara Hanny R. Saputra, film berjudul Di Bawah Lindungan Kabah tampil sebagai film percintaan yang mengharukan. Film yang proses pengambilan gambarnya dilakukan di Solok, Ambarawa, Yogyakarta, Semarang, Subang, dan Bayah, Banten, itu menyuguhkan kisah cinta berlatar belakang Sumatera Barat pada kurun 1920-an.
Menilik judulnya, film ini memang terinspirasi oleh karya sastra klasik Haji Abdul Malik Karim Amrullah, yang lebih populer sebagai Buya Hamka. Sebelumnya, pada 1981, Asrul Sani pernah menyutradarai film dengan judul sama dengan dibintangi Cok Simbara, Camelia Malik, Ade Irawan, Rendra Karno, dan Mutiara Sani.
Film Di Bawah Lindungan Kabah versi 1981 menyelipkan kisah pemberontakan orang Minang terhadap penjajahan Belanda , sedangkan film produksi MD Pitcures ini murni bertutur tentang perjuangan Zainab dan Hamid meraih cinta abadi, yang mengingatkan kita pada kisah cinta Romeo-Juliet. Namun, meskipun nama tokoh-tokoh dalam film ini sama seperti yang ditulis Hamka dalam novelnya, bisa dibilang film ini merupakan tafsir bebas dari karya sastra tersebut.
Hamid--diperankan oleh Herjunot Ali--diceritakan harus menerima sanksi adat diusir dari kampungnya gara-gara menolong Zainab. Pemberian pertolongan pertama kepada Zainab yang pingsan setelah tenggelam di sungai dianggap sebagai perbuatan yang amat memalukan. Demi keamanan, Hamid, yang menjadi pesakitan, terpaksa meninggalkan sang ibu yang sakit-sakitan. Ia tak bisa lagi bersenda gurau dengan Zainab, yang ternyata sudah dijodohkan orang tuanya dengan laki-laki lain. Zainab dan Hamid hanya bisa memendam rindu dalam hati.
Di Bawah Lindungan Kabah tak menyajikan kisah cinta yang meletup-letup. Tak ada usaha Hamid merebut Zainab. Dia terkesan pasrah kepada keadaan. Satu-satunya adegan heroik adalah ketika dia terjun ke sungai menolong kekasihnya itu. Begitu pula Zainab. Keengganannya menerima pinangan Arifin menggerogoti kesehatannya. Sebuah cerita percintaan yang lebih menitikberatkan pada pengorbanan, Hanny menjelaskan.
Maka, sepanjang lebih dari dua jam, kita disodori adegan-adegan yang lebih menggambarkan pergolakan batin tokoh-tokohnya. Kegalauan Ibu Hamid (diperankan dengan apik oleh artis senior Jenny Rachman) menerima kenyataan putra kesayangannya jatuh cinta kepada putri majikannya. Juga perang batin yang dirasakan ibunda Zainab, yang tak tega melihat anak gadisnya merana namun tak kuasa membatalkan pernikahan yang sudah jauh-jauh hari direncanakan. Dan yang paling menonjol adalah pergolakan batin Zainab dan Hamid, yang berada di antara dua pilihan: meraih cinta abadi dan kepatuhan kepada Ilahi.
Sayangnya, perjuangan Hamid mencapai Mekkah tak mendapat cukup porsi dalam film ini. Padahal di zaman itu beribadah haji bukan cuma perkara uang. Keterbatasan sarana transportasi--berbulan-bulan menempuh perjalanan lewat laut--membuat tak sedikit anggota jemaah haji yang pulang tinggal nama.
Hal lain yang mengganjal adalah kehadiran sejumlah produk sponsor yang kelihatan terlalu dipaksakan. Di luar semua kekurangan itu, Di Bawah Lindungan Kabah yang dibuat dengan budget fantastis--sekitar Rp 23 miliar--itu menyuguhkan alternatif tontonan yang tak cuma menghibur tapi juga mencerahkan.
NUNUY NURHAYATI