TEMPO Interaktif, Jakarta - Meski jarang bergaul dengan tetangga, Endang Lestari, 44 tahun, dikenal ramah. Setiap kali melintas dengan sepeda motor skutik, dia selalu menganggukkan kepala atau setidaknya melempar senyum. Hal lain yang membuat para tetangga di Kompleks Beji Permai, Depok, Jawa Barat, itu menaruh hormat adalah ketelatenan Endang mengantar-jemput anak-anaknya. Padahal dua dari lima anak itu bukan anak kandungnya.
“Rizki dan Ristian itu bawaan Pak Rudi dari istrinya terdahulu,” bisik Rastimah, istri ketua RT setempat, kepada Tempo, Kamis dua pekan lalu.
Saat menikah delapan tahun lalu, ia melanjutkan, Endang dan Rudi masing-masing telah memiliki dua anak dari perkawinan sebelumnya. Pasangan itu sebetulnya pernah menjalin kasih saat sama-sama bersekolah di Semarang, tapi masing-masing justru menikah dengan orang lain. “Mereka itu CLBK (cinta lama bersemi kembali). Mungkin jodohnya harus begitu kali,” ujar Rastimah penuh semangat.
Endang, yang ditemui Tempo, membenarkan bahwa cuma Elisa, 6 tahun, yang merupakan buah percintaannya dengan Rudi, kepala biro sebuah instansi pemerintah di Jalan Rasuna Said. Sedangkan Ela dan Saiful adalah anak-anaknya dari suaminya terdahulu. “Sekarang mereka tentu menjadi tanggung jawab saya dan Mas Rudi. Anak Mas Rudi adalah anak saya, anak saya adalah anak Mas Rudi,” kata Endang.
Ia juga mengungkapkan bahwa sebelum memutuskan menikah, keduanya melakukan penjajakan cukup lama. Pernah menjalin kasih di masa muda, kata Endang, bukan jaminan bagi keduanya melanjutkan cinta kasih dengan mulus. Apalagi masing-masing sudah punya “buntut”. Baik dirinya maupun Rudi berkaca diri kenapa hubungan mereka di masa muda sampai terputus, begitu juga mahligai rumah tangga yang dibina masing-masing harus kandas di tengah jalan.
Selain kembali melakukan penjajakan, keduanya berusaha mendekatkan anak-anak terlebih dulu. “Kami tak mau anak-anak menjadi semacam duri dalam keluarga,” ujarnya.
Meski sepintas kini tampak guyub, ia mengakui di antara anak-anak itu sesekali terjadi perselisihan. Begitu pun antara dirinya dan anak-anak atau antara anak-anak dan suaminya. Tapi semuanya dianggap wajar sebagai risiko yang harus dilalui bersama. “Untungnya, kami bukan selebritis, jadi enggak dikejar-kejar infotainment kalau lagi cekcok,” kata Endang diiringi senyum simpul.
Ia amat bersyukur karena ayah dari Ela dan Saiful masih suka mengirim uang bulanan untuk keperluan sekolahnya. Begitu pun ibunda dari Ristian dan Rizki, masih suka menemui kedua anaknya itu. “Waktu Tian kena tifus April lalu, ibunya sempat dua malam ikut merawat di Mitra (Rumah Sakit Mitra Keluarga),” kata Endang.
Menurut psikolog Anna Surti Ariani, menikah kembali memang jauh lebih sulit dibanding menikah untuk pertama kali. Sebab ada hal-hal yang disikapi kritis dari pernikahan sebelumnya. Belum lagi kemungkinan adanya skeptisisme maupun stigma dari anak-anak tentang sosok ibu tiri atau ayah tiri. Juga kecurigaan ayah atau ibu tiri akan lebih memperhatikan anak kandung masing-masing.
“Masalah anak biasanya sangat berat, lantaran kecocokan secara alamiah alias chemistry sangat berpengaruh,” kata Anna, yang membuka klinik Medicare di Menara Emporium, Jakarta Selatan.
Meski begitu, bukan berarti menikah kembali dengan masing-masing membawa anak tak bisa berhasil. Biasanya anak-anak yang sudah dewasa atau justru masih kanak-kanak dan belum banyak paham apa pun akan lebih mudah beradaptasi. “Kalau sudah remaja cenderung sulit menerima hal-hal baru,” ujarnya.
Ia merujuk pada bekas kliennya. Si pasangan saling mendekati anak-anaknya yang sudah beranjak remaja sehingga tahu bahwa dia juga diperhatikan oleh orang baru yang menjadi pacar orang tuanya. “Dia jadi merasa ditemani, tambah teman,” katanya.
Untuk mendekatkan antar-anak, Anna, yang telah 10 tahun menjadi psikolog keluarga, menyarankan agar orang tua memprakarsai rekreasi bersama untuk mengenal pola interaksi mereka. Semakin lama pendekatan, kata dia, tak jadi masalah. Sebab yang penting tidak terlalu cepat untuk kepentingan orang tua saja. “Lebih baik menikah ditunda, daripada cerai lagi.”
YOPHIANDI | SUDRAJAT