TEMPO Interaktif, Frankfurt – Sebuah survei manajer industri yang dirilis Selasa, 23 Agustus lalu menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Cina dan Jerman diperkirakan bakal melambat. Hasil ini sontak saja mengundang pertanyaan, apakah dua negara raksasa ekonomi dunia itu bisa mendukung perekonomian global dan mengimbangi terpuruknya ekonomi Amerika Serikat dan Eropa.
Seorang ekonom menyebutkan data survei memang belum menunjukkan adanya zona yang rawan terkena resesi dan hanya menyebut pertumbuhan Cina tidak mengalami kenaikan. Beberapa analis mencatat bahwa indikator ekonomi yang ada sangat negatif dan kurang dari yang diharapkan. Eropa dipastikan sulit keluar dari krisis utang dan ini akan menambah berat beban perekonomian dunia.
"(Dunia) kembali resesi adalah suatu yang mungkin saja terjadi,” kata Marie Diron, seorang ekonom penasihat konsultan Ernst & Young, seperti dikutip The New York Times, Rabu, 24 Agustus 2011. Dia mengacu pada data Eropa.
"Ini adalah berita buruk bagi kemampuan pemerintah untuk mengendalikan defisit publik," dia menambahkan.
Jerman merupakan negara ekonomi paling kuat di Eropa. Negeri Panser ini telah membantu pertumbuhan zona euro, walaupun beban yang disebabkan oleh utang yang berlebihan di negara-negara seperti Yunani dan Italia. Sementara Cina adalah pasar penting bagi mesin Jerman dan mobil sehingga perlambatan ada juga yang akan dirasakan di Eropa.
Meskipun tidak mengharapkan resesi, Violante Di Canossa, seorang analis di Credit Suisse, menulis dalam sebuah catatan bahwa data "tetap konsisten dengan pertumbuhan lamban." Dia mengatakan bahwa survei industri untuk Eropa menunjuk ke perlambatan mirip dengan yang terjadi pada tahun 2003, ketika ada beberapa kuartal perbaikan ekonomi melemah, tapi tidak menurun tajam.
Sebuah survei manufaktur yang dihelat Selasa lalu menunjukkan bahwa selama Agustus ini Cina disebut telah mendongkrak aktivitas pabriknya. Hal ini sebagai keprihatinan bahwa ekspor negara itu bisa menurun karena utang yang tinggi dan perlambatan ekonomi di Eropa dan Amerika Serikat.
Hasil survei ini hampir senada dengan persepsi luas bahwa perekonomian Cina tumbuh pada kecepatan lebih moderat, namun tetap kuat.
Survei yang digelar HSBC menunjukkan bahwa indeks Chinese Purchasing Managers selama Agustus ini pada posisi 49,8, sedikit di bawah angka 50. Angka ini sekaligus menunjukkan bahwa upaya Beijing untuk mendinginkan kecepatan pertumbuhan mulai berbuah.
Selama setangah tahun terakhir, otoritas pembuat kebijakan Cina telah bekerja untuk mengendalikan pertumbuhan dan kenaikan harga tajam yang menyertainya. Meskipun dua bulan berturut-turut indeks HCBC di bawah 50, hal ini menunjukkan bahwa perekonomian Cina tetap pada jalur yang benar.
Ekonom HSBC di Cina, Qu Hongbin, mengatakan Cina tidak akan mengalami penurunan yang tajam seperti perlambatan yang tajam terlihat pada akhir 2008. Memang indeks purchasing manager untuk zona euro tetap pada level terendah selama dua terakhir. Namun tahun ini tidak akan seburuk perkiraan analis.
Sebuah jajak pendapat terhadap ekonom yang dilakukan terpisah juga menunjukkan penurunan tajam dalam harapan untuk zona euro dan Jerman. Statistik resmi pekan lalu menunjukkan bahwa pada kuartal kedua tahun ini pertumbuhan ekonomi di zona euro, termasuk Jerman dan Prancis, hampir tak bergerak.
Diron dari Ernst & Young mengatakan bahwa negara-negara zona euro inti, khususnya Jerman, masih sangat tergantung pada permintaan dari seluruh dunia. "Pada saat prospek ekonomi AS dan bergejolaknya pasar negara berkembang seperti ketergantungan pada lingkungan eksternal merupakan sumber kelemahan (Eropa)." kata Diron.
Upah meningkat di seluruh negeri juga telah ditambahkan ke biaya produksi, mengikis beberapa keunggulan kompetitif bahwa Cina telah lama memiliki lebih dari produsen di bagian lain dunia.
"Utang krisis di negara-negara maju membawa tekanan meningkat dan tantangan untuk negara-negara pasar yang luas berkembang, termasuk Cina," kata Jiang Yaoping, Wakil Menteri Perdagangan Cina, dalam sebuah pernyataan, Selasa.
Qu dari HSBC mengatakan bahwa hambatan pada pertumbuhan secara keseluruhan mungkin akan terbatas, mengingat bahwa pertumbuhan Cina semakin didorong oleh permintaan domestik.
"Kami masih mengharapkan ekonomi tumbuh sekitar 9 persen untuk tahun secara keseluruhan, meskipun ada pengetatan kebijakan kredit properti dan gejolak di pasar luar negeri," kata Qu.
NEW YORK TIMES | ERWINDAR