TEMPO Interaktif, Jakarta - Apa sesungguhnya yang jadi pertimbangan gelar Doktor Honoris Causa itu diberikan Universitas Indonesia (UI) kepada Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Azis? Rektor UI Gumilar Rosliwa Soemantri menuturkan gelar itu diberikan kepada Raja Abdullah karena sejumlah alasan.
Pertama, Raja Abdullah adalah raja pertama yang bekerja keras dalam upaya memodernisasi Islam. kedua, Raja Abdullah peduli dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satunya dengan mendirikan universitas yang antara laki-laki dan perempuan tidak lagi dibedakan ruangannya.
Gumilar mengatakan, Raja Abdullah yang berusia 90 tahun itu juga dianggap pantas karena sadar pentingnya ilmu pengetahuan bagi peradaban Islam di negerinya. Ia juga dinilai memiliki cara pandang yang visioner di tengah-tengah struktur kerajaan. “Upaya dia di Aceh ketika bencana tsunami juga patut diapresiasi karena dia termasuk penyumbang terbesar,” kata Gumilar dalam percakapannya dengan Tempo, Jumat 2 September 2011.
Gumilar juga memastikan pemberian gelar Doktor Honoris Causa Bidang Kemanusiaan dan Ilmu Pengetahuan Teknologi itu sudah sesuai dengan prosedur. Menurut Gumilar, seharusnya gelar itu sudah lama diberikan. Keputusan memberikan gelar telah diambil sejak tiga tahun lalu oleh komite tetap di UI untuk pemberian gelar.
Komite itu terdiri dari delapan guru besar berbagai disiplin ilmu. Mereka bekerja dengan menerima masukan dari banyak pihak termasuk dosen, karyawan, dan masyarakat luas. “Mereka lakukan studi kajian layak tidak layak, dari sana bisa saja langsung terpental,” ucap Gumilar.
Selain itu, pemberian gelar itu dilakukan di Arab Saudi, bukan di kampus UI. Prosedural ini juga sudah ditempuh dengan peraturan yang ada. ”Yang penting mekanisme dipenuhi dan ada alasan rasionalnya,” tuturnya.
Masalahnya adalah kapan pemberian gelar itu dilakukan. Beberapa kali sejak diputuskan tiga tahun lalu, pemberian gelar itu diundur karena kondisi Raja Arab yang sudah tua dan sakit-sakitan.
“Pemberian ini kan mundur. Hanya momentumnya pas dengan terjadinya pemancungan itu," ujarnya. "Kalau tertunda lagi mungkin akan ada ketersingungan dari pihak mereka dan ini dikhawatirkan memperburuk hubungan kita."
Meski begitu, Gumilar menyadari momentum pemberian kali ini pun tidak tepat karena ternyata menyakiti banyak pihak. "Saya sungguh menyadari bahwa momentum pemberian gelar itu kurang tepat, yaitu setelah pemancungan Ibu Ruyati," kata Gumilar. "Saya minta maaf atas itu.”
Seperti diketahui, usai pemberian gelar itu di Arab Saudi, Ahad, 21 Agustus 2011 lalu, Rektor UI Gumilar Rosliwa Somantri menuai kecaman dari negerinya sendiri. Rektor UI dinilai tidak peka dengan perasaan rakyat Indonesia yang terluka akibat kasus pemancungan Ruyati, tenaga kerja Indonesia asal Bekasi, di Arab Saudi beberapa waktu lalu. Sejumlah guru besar, dosen, dan mahasiswa UI bahkan berencana berkumpul di Fakultas Ekonomi UI guna menolak pemberian gelar tersebut.
Guru Besar Sosiologi Universitas Indonesia Thamrin Amal Tamagola, misalnya, mengutuk keras tindakan Rektor UI tersebut. Thamrin bahkan mengatakan telah menggalang sejumlah dukungan untuk menggulingkan Gumilar dari kursi Rektor. "Kalau kita lihat dari kebijakannya selama dua tahun belakangan ini, he must go out," kata Thamrin di DPR.
RIRIN AGUSTIA