TEMPO Interaktif, Beijing - Presiden Bank Dunia Robert Zoellick menyatakan Cina bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dunia dengan menggenjot konsumsi domestik serta mengurangi ketergantungan pada ekspor dan investasi.
Pemerintah Cina sebelumnya berulang kali menyatakan ingin mempertahankan pertumbuhan ekonominya dengan bergantung pada konsumsi domestiknya. Namun kemajuannya sangat minim dan investasi Cina melejit setelah pemerintah meluncurkan stimulus untuk infrastruktur setelah krisis global pada 2008.
Bank Dunia kini bekerja sama dengan Cina untuk membangun ekonomi kedua terbesar di dunia ini agar bisa kembali seimbang. "Ekonomi dunia tidak akan bangkit hanya dengan bergantung pada kebijakan yang sederhana," kata Zoellick, Senin, 5 September 2011.
Pernyataan ini menanggapi kekhawatiran Amerika Serikat yang bakal mengalami resesi setelah Departemen Ketenagakerjaan melaporkan tidak ada penambahan rekrutmen pekerjaan selama Agustus. Hal tersebut menunjukkan data ketenagakerjaan terburuk selama sebelas bulan terakhir.
Melemahnya permintaan global juga bakal makin mendorong Beijing untuk lebih mempromosikan belanja perdagangan dan konsumsi domestik lainnya.
Nilai belanja Cina untuk investasi pabrik-pabrik baru telah lebih dari 40 persen dari output ekonomi selama dekade terakhir, menyamai nilai yang pernah dibukukan Amerika Serikat, Jepang, dan negara besar lainnya. Dana Moneter Internasional (IMF) mencatat nilai investasi ini naik hampir 50 persen pada 2009 akibat pemberian stimulus.
Wakil Presiden Cina Xi Jinping mendorong komunitas internasional untuk mewujudkan koordinasi kebijakan makroekonomi. Hal ini penting untuk menciptakan kepercayaan di tengah ekonomi dunia dan kondisi pasar finansial yang sedang goyah.
Xi juga menyebutkan pentingnya komunitas internasional untuk meningkatkan tata kelola ekonomi dunia lewat mekanisme seperti G-20.
Dalam pembicaraannya dengan Zoellick, Xi memaparkan kebijakan ekonomi dan sosial Cina akan berfokus dalam reformasi dan bersikap terbuka, mentransformasi model pertumbuhan ekonominya, serta mendorong lebih seimbang, terkoordinasi, dan berkelanjutannya pembangunan sosial.
Xi juga mendorong kerja sama Cina dengan Bank Dunia dan badan internasional lainnya dalam memerangi kemiskinan serta mendorong pembangunan Cina. "Cina bakal menstimulasi reformasi tata kelola Bank Dunia untuk memperluas keikutsertaan negara berkembang," katanya.
Selain itu, Zoellick mencermati bagaimana apresiasi yuan yang begitu cepat belakangan ini dapat mempengaruhi upaya pemerintah Cina yang tengah mengerem laju inflasi. Inflasi ini pula yang menjadi pusat perhatian negara tersebut.
Ia mengatakan satu alasan bentuk meningkatnya apresiasi mata uang selama ini terlihat dari bagaimana harga produk impor lebih murah dibanding produk lokal. "Ini yang kemudian memicu inflasi," kata Zoellick.
Pada Agustus, nilai tukar yuan menguat 0,92 persen terhadap dolar Amerika atau ekuivalen sekitar 12 persen dengan angka tahunan. Bila berlanjut, apresiasi itu bisa berubah menjadi akselerasi yang signifikan. Apalagi nilai tukar mata uang Cina hanya menguat 7,1 persen sejak Juni tahun lalu setelah pematokan mata uang itu terhadap dolar tidak lagi diperketat.
AP | WALL STREET JOURNAL | XINHUA | R. R. ARIYANI