TEMPO Interaktif, Jakarta - Polemik pemberian gelar Doktor Honoris Causa kepada Raja Arab Abdullah bin Abdul Aziz oleh Univesitas Indonesia terus bergulir di internal kampus. Hari ini, Rabu 7 September 2011, sejumlah unsur civitas akademika UI menggugat kepemimpinan Rektor UI Gumilar Rosliwa Sumantri.
"Pemberian gelar itu jelas bermasalah dan memalukan, tapi itu sebetulnya hanya semacam puncak dari gunung es persoalan yang ditimbulkan pola kepemiminan rektor," kata Ade Armando, mantan anggota Senat Akademik Fakultas ISIP UI, di Gedung DPR.
Baca Juga:
Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam audiensi antara Komisi Pendidikan DPR dengan Forum Pemerhati Pendidikan di UI dan pemerhati pendidikan nasional. Hadir pula perwakilan dari Senat Akademik UI, Majelis Wali Amanat (MWA), Badan Eksekutif Mahasiswa, dan sejumlah aktivis.
Ade mengatakan, keputusannya terlibat dalam gerakan menggugat kepemimpinan Gumilar lantaran apa yang dilakukan Gumilar bukan saja mencederai citra UI, melainkan juga bertentangan dengan amanat agar UI menjadi lembaga pendidikan tinggi yang seharusnya mengabdi pada kepentingan rakyat luas. "Gumilar harus digugat karena ia memimpin UI dengan imej-imej sebagai seorang penguasa yang berhak memerintah UI dengan sewenang-wenang," ujar dia.
Ia menilai Gumilar memimpin UI dengan mengabaikan dua prinsip utama dalam good governance, yakni transparansi dan akuntabilitas. Ade mengatakan, jika dengan kekuasaannya Gumilar dapat menjalankan amanat dengan baik, mungkin masalahnya akan berbeda. "Namun, tanpa adanya kendali, penguasa terus melakukan langkah yang merugikan masyarakat," kata dia.
Pemberian gelar kehormatan kepada Raja Arab menjadi salah satu contohnya. Ade mengatakan, gagasan pemberian gelar tersebut sebelumnya memang pernah diutarakan oleh sejumlah keputusan kalangan dekat Gumilar beberapa tahun lalu. Namun, usulan itu adalah keputusan lingkaran kecil kekuasaan Gumilar, dan bukan keputusan transparan dan bertanggungjawab. "Dia (Gumilar) bahkan tega berbohong bahwa keputusan itu sudah pernah dikonsultasikan pada MWA atau Senat Akademik UI, tapi itu tak pernah dia lakukan," ujarnya.
Ia mengatakan, Gumilar adalah rektor pertama UI yang tidak dipilih dari bawah, melalui proses pemilihan di tingkat guru besar dan senat akademik sebagaimana dilakukan pada periode-periode sebelumnya. Pemilihan Gumilar dilakukan oleh Majelis Wali Amanat bersama Menteri Pendidikan Nasional. "Sayangnya, karena merasa dirinya tidak dipilih oleh masyarakat akademik, dia (Gumilar) merasa tidak perlu melibatkan, terbuka, dan bertanggung jawab pada masyarakat UI," kata Ade.
MAHARDIKA SATRIA HADI