TEMPO Interaktif, Jakarta - Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) yang diajukan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam pagu APBN-Perubahan 2011 dan disetujui Badan Anggaran DPR ternyata tidak dikomunikasikan dengan Komisi IX DPR yang membidangi ketenagakerjaan, pendidikan, dan kesehatan.
Komisi ini merasa "dilangkahi" oleh Kemenakertrans dan Badan Anggaran dalam pembahasan dana sebesar Rp 500 miliar tersebut. "Ini benar-benar melanggar (aturan), karena tidak sesuai dengan UU MD3. Jelas, Badan Anggaran (seharusnya) hanya membahas alokasi anggaran yang sudah diputuskan Komisi," kata Mamat Rahayu Abdullah, anggota Fraksi Partai Golkar dalam rapat kerja dengan Menakertrans Muhaimin Iskandar di ruang rapat Komisi IX DPR, Kamis, 8 September 2011.
Mamat menilai Badan Anggaran (Banggar) telah menyalahi prosedur pembahasan anggaran yang berlaku di internal DPR. Sesuai Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), anggaran yang bisa dibahas di Badan Anggaran hanyalah anggaran yang sebelumnya diputuskan di Komisi.
Senada dengan Mamat, Rieke Dyah Pitaloka dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengatakan Komisi tidak tahu menahu soal dana yang berasal dari dana optimalisasi tersebut. "Mengenai kasus anggaran tambahan Rp 500 miliar dari Badan Anggaran, kami anggota biasa enggak ngerti ada anggaran itu," ujarnya.
Zulmiar Yanri dari Fraksi Partai Demokrat mengatakan Badan Anggaran pun sempat dikagetkan dengan alokasi anggaran DPPID sebesar Rp 500 miliar yang diusulkan Kemenakertrans dalam APBN-P 2011. "Pada rapat pleno (Badan Anggaran) kami tahu ada DPPID Rp 500 miliar, kami sama-sama kaget. Tapi karena itu sudah disetujui oleh asumsi sebelumnya dan disahkan pada Juli 2011, tidak mungkin usulan itu berupa gelondongan, tentu ada perinciannya," ujar Zulmiar yang juga anggota Banggar DPR ini.
Sedangkan anggota Komisi dari Fraksi PDIP, Sri Rahayu, menilai Anggaran Transmigrasi memang masih dibutuhkan. Namun, mekanismenya harus ditentukan secara jelas, apakah seperti pada dana alokasi khusus (DAK) yang diusulkan daerah, usulan berasal dari Kemenakertrans, atau dengan mekanisme lainnya. "Tadi disampaikan usulan dari kementerian (transmigrasi) dibawa ke Kemenkeu. Apakah usulan ini dari kementerian apa dari bawah terus diolah?" kata dia.
Adapun soal kasus dugaan suap dalam proyek pembangunan infrastruktur kawasan transmigrasi yang menyeret dua pejabat Kemenakertrans, anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Okky Asokawati menilai janggal jika Muhaimin tidak mengetahui soal itu sama sekali.
Apalagi, menurut Okky, Muhaimin selalu berdalih bahwa pemerintah daerah sebagai pemegang kuasa anggaran tambahan transmigrasi. "Kami ragukan kepemimpinan Pak Muhaimin. Sebagai orang nomor satu di Kemenakertrans, Bapak seharusnya bisa menjelaskan dan bertanggung jawab. Tidak etis seorang pemimpin cuci tangan dan meninggalkan arena," ujarnya.
MAHARDIKA SATRIA HADI