TEMPO Interaktif, Jakarta - Dinas Perhubungan DKI Jakarta mempertanyakan komitmen Koperasi Angkutan Jakarta (Kopaja) untuk mengoperasikan Kopaja S-13 rute Ragunan-Grogol. Dengan dalih menjalani pemeriksaan mesin, 20 unit bus Kopaja berpenyejuk udara itu berhenti beroperasi secara sepihak sejak Jumat lalu.
"Komitmen dan perhitungannya dulu bagaimana? Pelayanan publik tidak boleh terputus," kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono kemarin.
Udar menjelaskan, proses dan jangka waktu penetapan tarif seharusnya sudah diperhitungkan karena belum tentu selesai dalam sepekan. Tarif angkutan umum non-ekonomi ditetapkan oleh Organda (Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan) dengan persetujuan gubernur. "Surat dari Organda saja baru datang Jumat lalu (9 September)," katanya.
Secara teknis Kopaja harus menyurati Organda sebagai asosiasinya. Dari asosiasi, dibahas dulu oleh tim. Tim harus turun ke lapangan untuk survei pasar, lalu dibahas kembali dalam rapat koordinasi untuk meminta persetujuan gubernur. Setelah ada persetujuan gubernur, baru Organda menentukan tarif.
Penghentian sementara pengoperasian Kopaja AC, kata Pristono, juga bisa menghambat survei pasar. Survei pasar penting untuk mengkaji besaran tarif yang diajukan sesuai atau tidak. Saat ini, meski tarif belum ditentukan, Udar menyarankan agar Kopaja AC tetap memberikan pelayanan.
Absennya Kopaja S-13 juga ditanyakan sejumlah penggunanya. Mereka berharap bus itu bisa beroperasi kembali, tapi juga dengan tarif yang tidak terlalu mahal. "Paling pas itu Rp 5.000 seperti tarif Lebaran. Kalau Rp 6.000, sama seperti Patas AC, kemahalan," kata Stefany, 25 tahun, warga Cinere, Depok, yang sering menumpang Kopaja AC S-13 ke kantornya di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat.
Ketua Umum Kopaja, Nanang Basuki, yang dihubungi secara terpisah, mengakui bahwa penghentian pengoperasian 20 unit Kopaja S-13 tanpa sosialisasi. Ini berbeda dengan ketika bus itu mulai dioperasikan 8 Agustus lalu. "Kami mohon maaf."
Pembicaraan mengenai tarif, kata Nanang, sudah dirapatkan dan diproses. Tinggal menunggu hasil yang ada kemungkinan selesai pekan ini. Pihak Kopaja meminta tarif setara Patas AC, yaitu Rp 6.000, setelah sekitar sebulan menerapkan tarif uji coba Rp 2.000.
"Tetapi tidak langsung ke tarif yang disepakati. Sosialisasi dulu ke tarif percobaan, baru bertahap ke tarif yang disepakati," kata Nanang.
Jika terus mengenakan tarif Rp 2.000 per penumpang, Nanang mengatakan, Kopaja sulit mencapai balik modal. Dia menjelaskan, setiap hari satu unit bus Kopaja AC membatasi diri mengangkut sekitar 160 penumpang--demi kenyamanan penumpang--dengan penghasilan Rp 320 ribu.
Adapun pengeluaran untuk bahan bakar Rp 300-310 ribu. "Untuk kendaraan ber-AC, solarnya lebih boros. Belum lagi soal investasi untuk perbaikan manajemen, pengemudi, dan perawatan armada," katanya.
ARYANI KRISTANTI | ENDRI K