TEMPO Interaktif, Jakarta -Sejumlah kalangan berharap pemerintah Indonesia segera tegas menanggapi keputusan Badan Penyelesaian Sengketa Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) tentang aturan peredaran rokok kretek di Amerika Serikat. "Ada waktu sekitar dua bulan untuk menanggapinya," ujar Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia Soedaryanto ketika dihubungi, Minggu 11 September 2011.
Hal ini menanggapi keputusan Organisasi Perdagangan Dunia, yang menilai Tobacco Control Act di Amerika diskriminatif terhadap rokok beraroma cengkeh. Dengan adanya aturan itu, rokok produksi Indonesia tersebut dilarang beredar di Amerika, tapi rokok beraroma mentol yang dibuat di Negeri Abang Sam bebas dijual.
Campur tangan WTO dalam kekisruhan soal perdagangan kedua negara ini dimulai pada Juni 2009. Saat itu Presiden Barack Obama mengesahkan aturan Family Smoking Prevention and Tobacco Control Act. Sejak saat itu Indonesia tidak bisa lagi mengekspor rokok kretek ke negara tersebut, padahal potensi penjualan bisa mencapai US$ 200 juta per tahun.
Karena itu, pemerintah Indonesia melakukan negosiasi dengan Amerika terkait dengan aturan tersebut sejak 7 April 2010, tapi tak kunjung mendapatkan titik temu. Akhirnya Indonesia mengajukan sidang panel kepada Badan Penyelesaian Sengketa WTO untuk menyelesaikan masalah ini. Negara yang menjadi pihak ketiga pada panel adalah Brasil, Kolombia, Republik Dominika, Uni Eropa, Guatemala, Meksiko, Norwegia, dan Turki.
Lebih jauh, Soedaryanto menilai sikap tegas pemerintah dibutuhkan karena kebijakan Amerika itu memukul industri rokok kretek, yang mencerminkan 90 persen produksi rokok Indonesia. Tahun lalu produksi rokok Indonesia mencapai 265 miliar batang per tahun.
Hal senada juga diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi Industri, Perdagangan, dan Investasi Dewan Perwakilan Rakyat Aria Bima. "Pembatasan rokok kretek adalah bagian dari perang dagang. Indonesia tidak boleh diam saja, harus melawan," katanya.
Pemerintah juga didorong agar melakukan proteksi industri rokok kretek dalam negeri dengan membatasi rokok putih atau rokok bukan kretek yang diimpor. "Terutama impor dari Amerika agar tidak masuk pasar dalam negeri," ucap Aria.
Terkait dengan hal tersebut, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu sudah menegaskan tidak akan melakukan pembatasan produk Amerika di Indonesia, meskipun WTO menunjukkan ada diskriminasi. "Kita tidak retaliasi," ucapnya, Senin pekan lalu.
Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Benny Wahyudi mengatakan saat ini ekspor rokok kretek lebih sulit dilakukan karena ada hambatan di beberapa negara. Hambatan ini meliputi kebijakan proteksi di negara tujuan ekspor, salah satunya yang dilakukan Amerika.
Mengenai langkah yang akan diambil, pemerintah hingga kini masih melakukan pembahasan. "Belum ada agenda secara spesifik negosiasi dalam kerja sama bilateral. Tapi, jika ada hambatan nontarif, pasti akan menjadi salah satu bahasan utama pemerintah," kata Benny.
l AGUNG SEDAYU | EKA UTAMI | RR ARIYANI