TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang bersiap menghadapi semakin dekatnya ancaman bahaya banjir terhadap Kota Jakarta. Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo telah menyiapkan proyek perencanaan (master plan) pembangunan tanggul laut raksasa Jakarta.
Master plan pembangunan tanggul laut raksasa Jakarta Coastal Defense Strategy akan rampung dalam sembilan bulan mendatang. Sedangkan pengerjaan master plan diagendakan selesai dalam dua tahun. "Proyek ini secara terintegrasi akan digunakan untuk kepentingan Jakarta ke depan," kata Fauzi di Balai Kota Jakarta kemarin.
Setelah master plan rancangan Tim Teknikal Asistensi Rotterdam yang dipimpin Wim Stolte itu rampung, pengerjaan fisik segera dilakukan. Tanggul laut, kata Fauzi, dibangun untuk mengamankan pantai utara Jakarta dari ancaman banjir dan tsunami. Selain itu, tanggul laut raksasa ini akan menjadi sumber air baku utama bagi kebutuhan air bersih warga Jakarta.
Aliran air dari 13 sungai di Jakarta akan ditampung dan diolah sebelum mengalir ke laut. "Jangan langsung hilang, namun kita tampung, sehingga menjadi sumber air utama bagi Kota Jakarta." Untuk mendukung langkah itu, pembangunan pengolahan air perpipaan dari Waduk Jatiluhur akan dipercepat, lalu disusul proyek desalinasi.
Fauzi berharap proyek ini berjalan secara terintegrasi, mengingat banyak persoalan serius yang dihadapi Jakarta.
Wim mendukung proyek itu dikerjakan segera setelah master plan rampung. "Yang penting harus ada implementasi dari master plan ini," ujar Wim.
Namun Gubernur enggan menyebutkan berapa nilai anggaran untuk proyek ini.
Fauzi juga mengatakan ancaman tsunami terhadap wilayah DKI Jakarta semakin nyata. "Kalau tidak diperhitungkan pengamanan pantai utara Jakarta, maka bagian utara Kota Jakarta akan mengalami dampak besar dari bencana tsunami tersebut," ujarnya.
Gubernur melontarkan pernyataan itu karena ancaman penurunan permukaan tanah dan peningkatan permukaan air laut di wilayah Jakarta semakin tampak. Dia mencontohkan, jika tsunami terjadi di ujung selatan Pulau Sumatera di dekat Selat Sunda, dalam waktu empat jam gelombang tsunami akan bisa sampai ke Teluk Jakarta.
Namun pernyataan gubernur itu dibantah oleh peneliti Pusat Survei Geologi di Badan Geologi Bandung, Engkon Kertapati. "Sumber tsunaminya dari mana?" kata anggota tim pembuat peta bencana gempa itu kemarin.
Satu-satunya potensi tsunami, kata Engkon, berasal dari Selat Sunda jika Gunung Anak Krakatau meletus dahsyat. Dari catatan sejarah letusan Gunung Krakatau pada 1883, saat itu air laut hanya masuk menggenangi Jakarta. "Bukan terhantam tsunami, tapi tergenang." Apalagi kini kekuatan aktivitas Gunung Anak Krakatau berkurang karena erupsi terjadi hampir tiap tahun.
Engkon sependapat perlu adanya upaya mitigasi oleh pemerintah untuk mencegah dampak bencana yang besar. Namun ia meminta para ahli dan pejabat tidak menakut-nakuti masyarakat tentang ancaman tsunami di Jakarta. "Jakarta tidak seperti Aceh."
Ketua Pusat dan Penelitian Mitigasi Bencana Institut Teknologi Bandung Masyhur Irsam menyatakan ancaman gempa di laut disertai tsunami tidak ada dalam peta bencana. Ancaman itu hanya ada di daerah subduksi atau pertemuan lempeng bumi seperti di wilayah pantai selatan Jawa dan barat Sumatera. "Belum ada studi yang menyatakan potensi tsunami di Jakarta."
JAYADI SUPRIADIN | ANWAR SISWADI | ENDRI KURNIAWATI