TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah Daerah DKI Jakarta belum menetapkan besaran penyesuaian tarif bus Kopaja AC S-13 jurusan Ragunan belakang-Grogol. Meski demikian, penumpang tidak lagi ditarik bayaran sebesar Rp 2.000 lagi. Sejak Senin, 12 September 2011 lalu, kondektur angkutan tersebut menarik ongkos Rp 5.000 ke setiap penumpang.
"Iya, sudah tidak Rp 2.000 lagi. Sekarang tarifnya Rp 5.000 tapi tidak tahu sampai kapan," kata seorang sopir Kopaja S-13, Syaifudin, Kamis, 15 September 2011.
Meski naik menjadi Rp 5.000, namun tidak ada sosialisasi yang diberikan Kopaja AC. Berdasarkan pantauan Tempo, tidak ada pengumuman di moda transportasi itu yang menjelaskan tentang kenaikan tarif tersebut. Kondektur hanya menjelaskan secara lisan mengenai kenaikan tarif tersebut.
Kenaikan tarif secara mendadak ini mendapat respon miring dari penumpang. Ilham Saputra, warga Kemanggisan, Jakarta Barat, misalnya. Lelaki 27 tahun ini mengaku tidak masalah dengan kenaikan tarif Kopaja AC. Alasannya, dia sudah menduga sejak awal bila Kopaja AC tidak selamanya bertarif Rp 2.000. "Tapi harus ada sosialisasinya. Kalau mendadak seperti ini, tidak ada pengumuman, ya kaget lah," ujar Ilham.
Ketua Umum Koperasi Angkutan Jakarta (Kopaja), Nanang Basuki mengaku tidak mengetahui adanya kenaikan tarif dari Rp 2.000 menjadi Rp 5.000 tersebut. "Itu di luar pengetahuan saya. Nanti dicek ke bagian operasional," kata Nanang.
Nanang mengaku belum mengetahuinya apa sanksinya jika Kopaja AC menaikkan tarif sepihak. "Kami lihat dulu fakta di lapangannya, baru ambil keputusan sanksi," ujarnya.
Nanang mengemukakan, tetap berkukuh meminta penyesuaian tarif sebesar Rp 6.000 kepada Pemerintah Jakarta. "Harga Rp 2.000 per penumpang itu hanya tarif promosi. Sekarang kami minta pemerintah daerah agar menaikkannya ke Rp 6.000 per orang."
Dalam satu hari operasi, lanjut dia, Kopaja AC memerlukan dana sekitar Rp 700 ribu per armada. Angka itu di luar pembiayaan untuk pihak manajemen dan pengelola. Biaya Rp700 ribu tersebut, terdiri atas biaya bensin sebesar Rp 310 ribu dan upah dua sopir serta dua kondektur sekitar Rp 400 ribu. "Dalam sehari ada dua shift sopir dan kondektur dan mereka kami gaji," ujarnya.
Permintaan Kopaja ke Pemerintah Daerah DKI untuk menyesuaikan tarif di angka Rp 6.000 mendapat dukungan dari Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ). Menurut Ketua DTKJ Asaz Tigor Nainggolan, tidak mungkin Kopaja AC bisa bertahan dengan tarif Rp 2.000 per orang. Berdasar survei pengguna Kopaja S-13, DTKJ merekomendasikan agar tarif bawah angkutan AC tersebut di titik Rp 6.000 dan tarif atas Rp 7.000 per penumpang. Rekomendasi itu dilayangkan DTKJ ke Pemda DKI.
Asaz memberi rekomendasi tersebut, karena dia menganggap bila Kopaja S-13 bukanlah bus reguler. Selain itu, keberadaan Kopaja AC ditujukan untuk perbaikan transportasi umum di Jakarta dan memberikan kenyamanan ke penumpang. "Kalau tetap di angka Rp 2.000, selain hanya akan bertahan dalam hitungan bulan, nantinya bisa menimbulkan sentimen dari Kopaja reguler,” ujarnya.
Wacana kenaikan tarif ini dikritik Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia, Danang Parkesit. Menurut Danang, seharusnya pengelola dan pemerintah sudah menghitung dari awal mengenai biaya operasional Kopaja AC tersebut. Bila Rp2.000 adalah tarif promosi, pengelola sudah dapat memprediksi hingga kapan tarif tersebut berlaku. "Jangan sudah berjalan baru pontang-panting memikirkan tarif selanjutnya," ujar Danang.
CORNILA DESYANA