TEMPO Interaktif, Jakarta - Perusahaan kelapa sawit Asian Agri kembali terbukti memanipulasi pajak. Kali ini Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan menemukan kerugian negara sebesar Rp 1,29 triliun, lebih besar ketimbang temuan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan sebanyak Rp 1,25 triliun.
Manipulasi tersebut terkuak dalam kesaksian Kepala Bidang Investigasi Perwakilan BPKP Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Arman Sahri Harahap, dalam persidangan terdakwa Manager Pajak Asian Agri, Suwir Laut, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 15 September 2011.
Arman, saksi ahli yang didatangkan jaksa penuntut umum dalam persidangan, menduga Asian Agri memanipulasi laporan keuangan dengan memasukkan catatan keuangan yang tidak sesuai fakta. “Ada pembebanan biaya tidak sesuai kondisi yang sebenarnya,” katanya.
Kejanggalan lain, menurut Arman, adanya pengiriman uang kepada dua pegawai Asian Agri yang dimasukkan dalam beban pokok penjualan. “Sehingga harga pokok penjualan yang disampaikan dalam SPT (Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan) lebih tinggi,” ujarnya.
BPKP menemukan kejanggalan ini setelah membandingkan SPT Pajak Penghasilan Asian Agri ke Kantor Pajak Tanah Abang 1 dan 2 dengan hasil audit independen dan buku besar Asian Agri. Dalam audit itu, 14 anak usaha Asian Agri menjadi obyek penelitian selama empat tahun dari 2002 hingga 2005.
Ketua Majelis Hakim, Martin Pontoh Bidara, menunda persidangan hingga Kamis pekan depan. Ia meminta Arman dan koleganya, Juniver Sinaga, melengkapi berkas yang mereka sampaikan lantaran baru membawa dokumen sepuluh perusahaan. “Sidang pekan depan harap dilengkapi,” katanya.
Pengacara Suwir, Muhammad Assegaf, setuju dengan penundaan sidang. “Kami akan mempelajari temuan BPKP,” katanya. Namun dari garis besar laporan BPKP tim pengacara akan membidik penghitungan yang berbeda antara Dirjen Pajak dan BPKP. “Ini aneh, kok, beda,” ujarnya.
Kepada Tempo sebelum persidangan, Assegaf yakin BPKP tidak menemukan kerugian negara. Pasalnya laporan keuangan Asian Agri sudah diperiksa oleh auditor independen. Namun dia menghargai kesaksian BPKP lantaran menilai institusi itu yang paling tepat menilai kerugian negara, bukan Ditjen Pajak.
Suwir menjadi terdakwa kasus manipulasi pajak Asian Agri. Sejak 20 Mei lalu Suwir tidak lagi ditahan namun tetap dicekal ke luar ngeri. Sesuai ketentuan Undang-Undang, Suwir yang terancam hukuman maksimal 6 tahun, harus dilepas lantaran masa tahanannya sudah lewat 90 hari.
Kasus Asian Agri meletup pada 2006. Mantan Group Financial Controller Asian Agri Vincentius A. Sutanto membocorkan data dugaan manipulasi pajak Asian Agri kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Vincentius divonis 11 tahun penjara dan kini mendekam di lembaga pemasyarakatan.
Ditjen Pajak, Kejaksaan Agung, dan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum juga menyepakati 3 dari 11 tersangka diproses lebih dulu karena sudah memenuhi unsur pidana. Ketiganya: Suwir; Eddy Lukas, Direktur Hubungan Perusahaan Asian Agri; dan Linda Raharja, karyawan Asian Agri.
AKBAR TRI KURNIAWAN