TEMPO Interaktif, Singapura - Harga bahan pangan di Asia akan terkoreksi akibat rencana pemerintah Thailand yang menaikkan harga pembelian beras di tingkat petani. Selain itu juga karena terganggunya keseimbangan permintaan dan suplai di Amerika Serikat saat memasuki musim kemarau.
Pada perdagangan di kuartal keempat tahun ini diperkirakan dua negara eksportir pangan yaitu India dan Rusia menggenjot ekspornya. Namun, suplai kedua negara tersebut tidak cukup untuk menutupi kekurangan produksi pertanian Amerika Serikat dan Thailand.
Departemen Pertanian Amerika Serikat menurunkan prediksi ekspor jagungnya mulai 1 September mendatang sebesar 6,8 persen atau menjadi 41,9 juta metrik ton. Sehingga stok hingga akhir tahun diramalkan hanya mencapai 17 juta ton.
"Stok jagung memang kecil tapi tidak mengkhawatirkan sebab permintaan akan menurun jika harga terdongkrak naik," kata analis MaxYield Cooperative in Iowa, Karl Setzer. Harga Jagung naik 20 sen per bushel dalam perdagangan Chicago Board. Begitu juga harga gandum produksi Amerika Serikat dan Cina.
Cuaca panas dan kering juga telah menekan produksi gandum Amerika Serikat hingga 8,2 persen produksi dari target produksi 83,2 juta metrik ton. Angka ini terendah dalam 3 tahun terakhir.
Khusus tentang Thailand, pemerintah negara itu memang berencana menaikkan harga pokok pembelian pemerintah beras dari petani dari 10,000 Thailand Bath per ton menjadi 15,000 THB. Kebijakan tersebut akan direalisasikan pada 7 Oktober mendatang.
Direktur Asia Tenggara di Asosiasi Kedelai Amerika, John Lindblom, menuturkan, sekitar 200 importir, eksportir dan analis berharap pada pertemuan pelaku usaha di Bali, Indonesia minggu depan dapat mencari jalan keluar atas areal pertanian dan harga pasar. Konferensi kedua di Singapura dapat memberikan pelaku pasar kesempatan untuk mengetahui arah ke depannya.
WALL STREET JOURNAL | ROSALINA