TEMPO Interaktif, Jakarta - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia telah membentuk tim untuk mengkaji pemberian remisi terhadap teroris dan koruptor. Langkah itu menindaklanjuti persetujuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap moratorium atau pemberhentian sementara pemberian remisi terhadap dua jenis narapidana itu. "Kami sudah membentuk tim melakukan kajian," kata Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar di kantornya, Jumat, 16 September 2011.
Nantinya, kata Patrialis, tim yang dipimpin Direktur Pemasyarakatan Untung Sugiyono akan mengkaji segala hal terkait remisi, kemudian memberikan gambaran untung-rugi moratorium remisi untuk koruptor dan teroris. "Kami di sini sekaligus mohon izin Presiden melakukan prakarsa perubahan Peraturan Presiden," ujarnya.
PP yang dimaksud adalah PP No. 28 Tahun 2006 tentang perubahan atas PP No. 32 Tahun 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan masyarakat. Aturan itulah yang disebut Patrialis selama ini mendasari pihaknya memberikan remisi kepada narapidana, termasuk koruptor dan teroris.
"Selama ini kami bekerja berdasar sistem. Koruptor dan teroris kami beri remisi dengan landasan hukum PP No. 28 Tahun 2006, yang menyebut remisi adalah hak warga negara," ujar Patrialis.
Tim pengkaji PP No. 28 Tahun 2006 nantinya akan meminta pendapat pakar untuk menelaah materi moratorium remisi. Namun untuk inisiatif pemohon perubahan PP, Patrialis menilai tim tidak memerlukan peran masyarakat.
Kemarin, salah seorang staf Presiden Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana, mengatakan Presiden menyepakati penghentian remisi bagi koruptor dan teroris. Kebijakan moratorium remisi itu dilakukan seiring dengan perbaikan peraturan perundangan yang mendasarinya. "Agar lebih jelas dan sejalan dengan semangat antikorupsi," ujar Denny.
ISMA SAVITRI