TEMPO Interaktif, Jakarta - Tawuran memang bukan hal yang aneh bagi pelajar dan mahasiswa di Indonesia. Tapi sebagai mahkluk intelektual, kata Direktur Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional, Hamid Muhammad, segala bentuk kekerasan di sekolah itu penyimpangan. Apalagi yang terjadi di Jakarta sebagai Ibu Kota negara. "Jakarta itu kan serambi-nya Kementerian Pendidikan," kata Hamid dalam percakapannya dengan Tempo, Selasa 20 September 2011.
Salah satu sekolah yang dimaksud Hamid adalah pelajar SMA Negeri 6 Jakarta Selaan, yang pada Senin 19 September 2011 lalu terlibat tawuran dengan wartawan. Menanggapi rusuh antarelajar yang mendapat liputan media massa, kata Hamid, pekan depan Kementerian memanggil Kepala Dinas Pendidikan di Jakarta dan Kepala Sekolah yang berpotensi jadi pelanggan tawuran di Jakarta.
Diakui Hamid, di Jakarta sejumlah sekolah menengah dan kejuruan bisa ditemukan praktik premanisme, bullying, dan tawuran. "Kami mendapat laporan dari orang tua masyarakat dan siswa itu sendiri," ujarnya." Itu tidak bisa dibiarkan,"
Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal mengakui, sebenarnya pertemuan antara kepala dinas dan kepala sekolah dijadwalkan rutin. "Tapi dipicu kejadian tawuran, jadi mengemuka," ujar dia. Kasus perkelaian kini jadi bahan pengawasan Dinas Pendidikan DKI Jakarta.
Dinas Pendidikan, kata Fasli, sudah meminta laporan dari Kepala Sekolah SMU 6. "Dinas akan memilah-milah apakah terjadi kelalaian dalam ricuh kemarin," kata Fasli. Hasil laporan Dinas akan diserahkan ke Gubernur sebagai penanggung jawab. Gubernurlah yang akan memberikan sanksi administrasi.
Kalau soal kekerasan, Fasli menguraikan menjadi domain aparat penegak hukum. "Kami harap dua-duanya berjalan pararel," jelas dia. Soalnya, Ia berujar, pelajaran moral dari kasus kemarin adalah, kerusuhan pelajar ini disaksikan semua pemangku kepentingan pendidikan nasional.
DIANING SARI