TEMPO Interaktif, Jakarta - Kementerian Pertanian menargetkan penggunaan bibit kentang berkualitas jenis granola di kalangan petani kentang mencapai 70 persen pada 2014. Saat ini petani kentang baru 30 persen menggunakan bibit bermutu granola. Kementerian mengusulkan anggaran Rp 300 miliar untuk memenuhi kebutuhan itu.
"Kami realistis saja walau kebutuhannya bisa lebih besar. Separuhnya atau Rp 155 miliar akan digunakan untuk benih, sarana, dan kelembagaan benih kentang seperti laboratorium,” kata Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Hasanuddin Ibrahim di gedung DPR, Jakarta, Rabu, 21 September 2011.
Penggunaan bibit bermutu baik akan meningkatkan efektivitas produksi kentang hingga dua kali lipat. Jika produktivitas bibit kentang berkualitas rendah hanya 10 ton per hektare, tapi bibit yang bagus bisa menghasilkan 20 ton per hektare. Padahal lahan pembibitan di Indonesia terbatas.
Keterbatasan lahan dimungkinkan karena harus ditanam di dataran tinggi dengan ketinggian lebih dari 600 meter di atas permukaan laut. “Kita harus hemat menggunakan dataran tinggi. Kita pilih tanaman hortikultura bernilai tambah tinggi seperti kentang dan jeruk berkulit orange. Sedangkan tomat dan apel kita turunkan lebih ke bawah saja,” katanya.
Kementerian menargetkan produksi kentang meningkat karena sebagai salah satu komoditas hortikultura unggulan. Produksi kentang pada 2012 ditargetkan meningkat menjadi 1.185.065 ton dari sasaran produksi tahun ini 1.151.667 ton dengan laju pertumbuhan 2,90 persen per tahun.
Selain kentang granola, yang biasa digunakan untuk sayur, pembibitan kentang jenis Atlantik juga terus diupayakan. Kentang Atlantik umumnya diimpor, yang dipakai untuk keripik dan french fries di restoran berupa potongan. Kentang Atlantik ini tidak bisa diproduksi petani lokal Panjang kentang ini biasanya 25 sentimeter.
Peningkatan ketersediaan benih bermutu menjadi salah satu dari empat indikator program utama di Direktorat Hortikultura. Salah satu prioritas target yang akan digenjot hingga 2014 adalah penyediaan bibit kentang bermutu. Alasannya, kentang merupakan komoditas sayuran terbanyak kedua yang diimpor.
Adapun urutan pertama adalah impor bawang putih yang mencapai 95 persen dari kebutuhan. “Untuk bawang putih, kita tidak bisa menanam karena harus di ketinggian 1.300 meter. Untuk itu, impor kentang yang nomor dua terbanyak inilah yang harus kita kurangi karena kentang masih bisa ditanam di sini,” ujarnya.
Beberapa daerah yang potensial untuk pengembangan bibit kentang antara lain kawasan dataran tinggi di Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bengkulu dan Jambi.
Kontribusi produk hortikultura berupa buah untuk pangan per tahun sebesar 18 juta, dan 10 juta ton untuk sayuran. Dengan semakin meningkatnya daya beli dan kualitas pendidikan masyarakat, Kementerian optimistis konsumsi sayur dan buah bakal meningkat. Sehingga, diversifikasi pangan bisa berjalan dan masyarakat tidak terus bergantung pada beras.
Aanggota Komisi Pertanian I Made Urip mengharapkan produksi sayuran dan buah lokal dilindungi dari serangan produk buah dan sayuran impor. “Untuk itu perlu dipikirkan konsep pemasaran, menggalakkan konsumsi produk lokal dan menjajaki potensi ekspor dari para petani buah dan sayur lokal,” katanya.
ROSALINA