TEMPO Interaktif, Jakarta - Rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membangun jalan layang khusus bus mendapat dukungan dari Institut Studi Transportasi. Direktur Institut Studi Transportasi, Darmaningtyas, menilai rencana itu positif. "Bagus itu bisa menjadi alternatif dalam penanganan transportasi Jakarta," ujar Darmaningtyas, Kamis, 22 September 2011.
Menurut dia, rencana itu cukup efektif karena tidak akan membuat jalur baru, tapi memanfaatkan pilar bekas rencana monorel yang mangkrak. Bus layang tersebut, kata dia, bisa dikolaborasikan dengan manajemen bus Transjakarta yang sudah ada, sehingga penggunaannya lebih optimal. "Nantinya bisa menambah kapasitas angkutan penumpang lebih banyak," kata dia.
Wacana mengalihkan proyek monorel ke bus layang muncul setelah Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo melihat tidak ada kejelasan penyelesaian proyek tersebut. Hingga kini sekitar 160 pilar peninggalan proyek monorel masih mangkrak, padahal masyarakat mulai menagih janji kepada Pemerintah DKI mengenai proyek tersebut.
Tim dari Dinas Perhubungan DKI kini sedang mempelajari struktur tiang yang ada. Rencananya tiang-tiang tersebut akan digunakan untuk membangun 16 titik halte dengan jalur melingkar (loop line). Perbedaan mencolok dari bus layang ini dibanding dengan jalur bus Transjakarta teletak pada penggunaan jalur melingkar. Sedangkan busway masih menggunakan sistem radial (menyebar).
Untuk mendukung proyek itu Pemerintah DKI berencana menyediakan 50 unit bus gandeng dengan kapasitas 180 orang per bus dengan jarak antarbus (headway) tiga menit. Tarifnya diperkirakan berkisar Rp 6.000-8.000 yang sebagiannya akan dipasok melalui subsidi. Setiap hari tak kurang dari 45 ribu penumpang akan menggunakan bus layang ini.
JAYADI SUPRIADIN