TEMPO Interaktif, Jakarta - Tersangka surat palsu Mahkamah Konstitusi Zainal Arifin Hoesein meminta Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menjadi saksi meringankan bagi dirinya. Zainal membutuhkan keterangan dari Mahfud. "Formalnya, untuk pemanggilan Pak Mahfud butuh waktu lama karena harus meminta izin kepada Presiden. Kecuali kalau mau datang inisiatif sendiri," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Kepolisian RI Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Kamis, 22 September 2011.
Selain Ketua MK dan para hakim konstitusi, Zainal juga mengajukan nama mantan Ketua Mahkamah sebagai saksi ahli. Namun Anton tak menyebut nama saksi ahli yang dimaksud. Permintaan Zainal disampaikan seusai mengikuti gelar perkara di gedung Transnational Crime Center Mabes Polri bersama Komisi Kepolisian Nasional dan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, Rabu, 21 September 2011.
Mantan Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur ini juga menegaskan status Zainal Arifin Hoesein sebagai tersangka dalam kasus itu tak berubah. Dalam gelar perkara, polisi membeberkan keterlibatan Zainal. Di sana dijelaskan bahwa Zainal terbukti mengonsep semua surat, salah satunya menambahkan kalimat penjumlahan suara pada surat MK yang dipalsukan.
Dari hasil gelar perkara tersebut, polisi terus mengembangkan penyidikan kasus. Saat ini, kata dia, baru pembuat surat yang ditelisik. Polisi sudah menetapkan dua tersangka, yakni Masyhuri Hasan, mantan juru panggil MK, dan Zainal, mantan Panitera Mahkamah.
Setelah itu, penyidikan akan menelisik pengguna surat. Di sana akan dipanggil sejumlah pihak. Namun ia tak menyebut nama-nama yang dimaksud. Apakah orang-orang Komisi Pemilihan Umum, misalnya Andi Nurpati? "Permintaan semua orang akan kami tampung, Polisi akan terus mengusut dan melacak pengguna surat."
Kasus surat palsu MK berawal dari sengketa pemilu pada 2009 di daerah pemilihan Sulawesi Selatan I. Komisi Pemilihan Umum menetapkan calon dari Partai Hanura, Dewie Yasin Limpo, mendapatkan kursi di DPR berdasarkan putusan MK Nomor 112 tertanggal 14 Agustus 2009. Padahal sebelumnya, sengketa yang ditangani MK itu telah memenangkan calon legislator dari Partai Gerinda, Mestariani Habie.
MUHAMMAD TAUFIK