TEMPO Interaktif, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menolak membeberkan kontrak karya pertambangan antara pemerintah dengan sejumlah perusahaan. Menurut Muhidin, perwakilan Biro Hukum dan Humas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pihaknya tidak dapat membuka informasi berkas kontrak karya pemerintah dengan perusahaan tambang yang beroperasi di Indonesia karena sesuai Kitab Undang-undnag Hukum Perdata salinan kontrak karya termasuk informasi yang dikecualikan untuk dibuka.
“Hanya para pihak (pemerintah dan perusahaan) yang mengetahuinya," kata dia usai mediasi dengan Pusat Pengembangan Informasi Publik yang meminta informasi tersebut, di kantor Komisi Informasi Pusat, Jumat 23 September 2011.
Ditanya soal kontradiksi hal itu dengan Undang-undang Keterbukaan Informasi, ia mengatakan masih akan mempelajari dan membandingkan keduanya. "Kami akan sandingkan," ujar dia.
Sementara ini, Ketua Badan Pengurus Pusat Pengembangan Informasi Publik Surya Wijaya selaku pihak pemohon informasi mengaku, Kementerian baru menjanjikan akan memberi daftar kontrak karya dengan perusahaan tambang saja. "Daftar kontrak yang beroperasi selama 10 tahun, berisi nama perusahaan, jenis komoditas, lokasi operasi, dan luas konsesi," katanya dalam kesempatan yang sama. "Mereka janji akan beri dalam waktu 10 hari," kata Surya.
P2IP sendiri masih tetap berpegang pada UU Keterbukaan Informasi bahwa seharusnya data tersebut boleh diakses masyarakat setiap saat.
Sementara Amirudin selaku komisioner KIP menyatakan, dalam tiga hari akan ada penjadwalan adjudikasi kedua belah pihak.
Amirudin menyebut, memang dalam Pasal 17 huruf C UU Keterbukaan Informasi ada pernyataan bahwa informasi harus dibuka kecuali yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan UU lain. Tetapi, proses adjudikasilah yang nantinya akan menguji bisa tidaknya alasan Kementerian ESDM digunakan. "Melalui adjudikasi akan dilakukan legal review, bisa atau tidak alasan itu digunakan," kata dia.
Legal review akan menerapkan dua pengujian. Pertama, uji konsekuensi melihat, "Seberapa eksplisit pengecualian yang tertera dalam dasar hukum yang digunakan Kementerian," kata Amirudin. Kedua, uji kepentingan publik atas urgen tidaknya informasi kontrak karya diungkap pada publik. "Kalau kepentingan publik lebih besar, maka itu bisa diungkap," ujarnya.
ATMI PERTIWI