TEMPO Interaktif, Kediri - Perhutani Kediri mengkhawatirkan tradisi menerbangkan balon api yang dilakukan masyarakat di Trenggalek dan Pacitan, Jawa Timur.
Tradisi yang dilakukan dengan menerbangkan balon udara berisi gas api itu dilakukan mulai lebaran hingga sekarang. Celakanya, balon tersebut kerap jatuh di kawasan hutan yang sulit dijangkau petugas.
Pihak Perhutani mengaku tak bisa melarang perilaku tersebut karena sudah menjadi tradisi. "Kami hanya meminta pengertian mereka," ujar Wakil Administratur Perhutani Kediri Errik Alberto kepada Tempo, Jumat, 23 September 2011.
Nanang Masyari, 26 tahun, warga Kecamatan Panggul, Trenggalek mengatakan kebiasaan menerbangkan balon api sudah ada sejak dulu. Sebagai salah satu penggemar balon api, dia mengaku tidak mengetahui permainan yang dilakukan memicu kebakaran. "Saya pikir aman karena terbangnya jauh dari pemukiman," katanya polos.
Kamis, 22 September 2011 malam, kebakaran hebat melanda kawasan hutan di lereng Gunung Wilis. Kebakaran baru berhasil dipadamkan dini hari tadi. Kebakaran tersebut berada di perbatasan Kawasan Pemangkuan Hutan (KPH) Kediri dan KPH Lawu. "Tim kami masih naik ke atas karena risikonya terlalu besar tadi malam," kata Errik.
Adapun lokasi yang terbakar dipastikan berupa rimba campur. Belum diketahui pasti penyebab kebakaran tersebut. Namun diperkirakan musibah itu masih akan terjadi selama musim kemarau ini.
Dalam kurun waktu tiga bulan terakhir, tercatat sedikitnya 90 hektare lahan Perhutani Kediri ludes dilalap api. Akibatnya Perhutani Kediri harus menanggung kerugian hingga Rp 100 juta karena kerusakan ribuan batang pohon.
Kasus kebakaran hutan itu terjadi merata di 37 Resor Pemangkuan Hutan (RPH) yang berada di Nganjuk, Kediri, Tulungagung dan Trenggalek. Salah satu peristiwa kebakaran terbesar terjadi di KPH Nganjuk yang mencapai 30 hektare. Ribuan pohon pinus, akasia, dan rimba campur rusak dilalap api.
Untuk meminimalisasi kebakaran, Perhutani Kediri telah menerjunkan petugas di setiap pintu masuk hutan. Selain memperketat akses masuk, setiap pemburu yang hendak melintas diminta menyerahkan korek api dan benda lain yang mudah terbakar. "Penjagaan ini kami lakukan sampai kemarau habis," kata Errik.
HARI TRI WASONO