TEMPO Interaktif, Jakarta - Perusahaan pertambangan global, Rio Tinto, berencana menjual aset aluminiumnya di Australia. Kebijakan pajak karbon di Negeri Kanguru dianggap bisa menurunkan pendapatan karena kenaikan biaya produksi.
Australian Financial Review mengatakan Rio telah bekerja dengan Macquarie Group dan PricewaterhouseCoopers untuk mempertimbangkan pilihan bisnisnya.
Dimintai konfirmasi pada Senin, 26 September 2011, Rio Tinto menolak memberikan komentar. Namun Direktur Keuangan Rio, Guy Elliott, mengatakan kepada investor minggu lalu bahwa ada beberapa aset dalam portofolio aluminium tidak selaras dengan strategi.
"Ini aset yang akan kami pertimbangkan divestasi, apakah itu masuk akal. Tentu saja kami ingin mencapai nilai yang baik jika memutuskan menjual mereka," kata Elliott.
"Melalui divestasi aset non-inti, bersama dengan target yang agresif untuk mengurangi biaya produksi dan reduksi plus investasi ditargetkan dalam pertumbuhan, kami yakin bisnis aluminium akan mencapai EBITDA margin 40 persen," ucap dia lagi.
Sebuah surat kabar Australia menulis bisnis aluminium Rio di Australia terdiri dari tiga kilang, tiga smelter, dan dua tambang bauksit. Rio tetap akan mempertahankan bisnis pertambangannya di Australia karena mereka menawarkan margin tertinggi.
Kepada investor, pekan lalu, Rio mengatakan berencana mencapai laba 40 persen sebelum margin bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi dari bisnis aluminium melalui penjualan dua asetnya.
Hari ini saham Rio Tinto diperdagangkan 3,6 persen lebih lemah ke posisi US$ 60,37.
REUTERS | ERWINDAR