TEMPO Interaktif, Jakarta - Pengurus Besar Nahdatul Ulama mendukung rencana perubahan Undang-undang Antiterorisme. Bahkan, Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siraj menyebutkan perubahan aturan itu harus lebih berani memberikan tindakan pada tindakan radikal yang dicurigai mengarah pada tindakan terorisme.
"Bagi kiai NU, ada atau tidak ada bom, ada atau tidak ada kelompok radikal, ajaran radikal adalah tindakan yang dilarang," ujar Said di kantor PBNU, Selasa malam, 27 September 2011.
Menurut Said, perubahan UU antiterorisme harus memberikan kebebasan pada polisi untuk bertindak jika mengetahui adanya aksi radikal yang mengarah pada kekerasan. Polisi harus diberikan kewenangan memanggil orang-orang yang tercium terlibat dalam perkumpulan radikal. "Tentu saja memanggil untuk dimintai keterangan dengan tidak melanggar HAM tentunya," ujarnya usai mengadakan kunjungan ke Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Solo.
Menurut Said terus berkembangnya aksi terorisme di berbagai wilayah tidak hanya menjadi bukti kelambanan kerja kepolisian. Akan tetapi karena belum tegasnya undang-undang yang mengatur tindakan pencegahan terorisme.
Selama ini kepolisian menjadi lambat memproses aksi-aksi yang dicurigai berpotensi mengarah pada tindakan terorisme. Polisi tidak boleh menangkap seseorang sebelum terbukti melakukan tindakan kriminal. Metode pencegahan yang digunakan menggunakan pendekatan kriminal. "Jadi tunggu bom meledak dulu baru bisa dicari pelakunya."
Tidak adanya payung hukum dalam menindak tindakan yang dicurigai mengarah pada aksi terorisme menurut Said menjadi penyebab terus berkembangnya kelompok radikal. Ditambah tidak adanya tindakan tegas pemerintah dalam menangkal penyebaran ajaran radikal di tengah masyarakat.
Dalam menangkal bahaya terorisme ini, Said menyebutkan, sebagai organisasi masyarakat, NU tidak bisa bertindak tegas. NU hanya bisa menyebarkan ajaran islam yang penuh damai pada pengikutnya. "Karenanya saya dukung UU yang lebih berani dan lebih tajam dalam menindak prilaku yang dicurigai radikal," tegasnya.
Sebelumnya bom bunuh diri meledak di Gereja Bethel Injil Sepenuh Kepunton di Kelurahan Tegalharjo, Kecamatan Jebres, pada Minggu, 25 September 2011 sekitar pukul 10.55 WIB. Dalam peristiwa tersebut, pelaku bom bunuh diri menjadi satu-satunya korban tewas.
Pelaku peledakan bom sendiri diduga merupakan jaringan teroris yang menjadi otak di balik pengeboman di beberapa tempat. Salah satunya bom di depan Mesjid Mapolresta Cirebon beberapa waktu lalu.
IRA GUSLINA