Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Begini Cara Petani Jombang Akali Sawah Agar Panen Melimpah  

image-gnews
TEMPO/Kink Kusuma Rein
TEMPO/Kink Kusuma Rein
Iklan

TEMPO Interaktif, Jombang - Hadi Suryanto tampak sumringah. Semangatnya terus membungkah pada usianya yang memasuki 50 tahun. Senyum selalu menghiasi wajah ayah tiga anak dan kakek seorang cucu tersebut.

Hadi, salah seorang petani di Desa Tejo, Kecamatan Mojoagung, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, itu tak henti-hentinya menghaturkan puji syukurnya kepada Tuhan. Panenan padi di lahannya yang tak seberapa luas, yakni 100 ru, atau setara 275 meter persegi kian meningkat. Ukuran tanah bagi petani di Jawa, 1 ru sama dengan 2,75 meter. "Hasil panenan kali ini mencapai sembilan kuintal lebih, hampir satu ton," ujarnya seraya menunjukkan tumpukan padi di dapur rumahnya di RT 01 RW 01 Desa Tejo.

Hadi menuturkan, hasil panen sawah warisan orang tuanya selama lima tahun terakhir terus menurun. Pada musim panen tahun lalu, sawahnya hanya menghasilkan lima kuintal. Padahal, berbagai jenis pupuk kimia sudah dia taburkan.

Hadi tak ingin patah semangat. Apalagi ia tak punya pekerjaan lain. Sejak kecil sudah bekerja di sawah sebagai petani sebagaimana umumnya warga Desa Tejo lainnya.

Kerja keras harus dilakoninya sembari terus putar otak agar tingkat kesuburan tanahnya bisa diperbaiki. Terbersit pikiran membiarkan sawahnya menganggur selama satu musim panen. Batang jagung setelah panen tahun sebelumnya dibiarkan, padahal biasanya dibakar untuk menyongsong musim tanam padi.

Selama lahan sawahnya tak ditanami apapun, Hadi menabur 250 kilogram pupuk organik. Ia berharap dengan menabur pupuk organik pada lahan yang masih dipenuhi batang jagung yang mengering, tingkat kesuburan tanah miliknya kembali meningkat. "Dahulu ketika orang tua masih hidup, cukup diberi sedikit pupuk kimia, tanaman langsung subur. Tapi belakangan, meski pupuk kimia ditingkatkan, hasil panen malah menurun," ucapnya.

Hasil kerja Hadi ternyata tak sia-sia. Sawahnya yang sempat menganggur, setelah kembali ditanami pada pada musim tanam lalu, memberikan hasil yang baginya sudah sangat memuaskan. Tingkat kesuburan tanahnya kembali normal. Jumah panenan sembilan kuintal gabah kering giling sudah mendekati hasil puncak yang pernah dinikmati semasa orang tuanya masih hidup. ”Hasil panen tertinggi pernah mencapai satu ton,” tuturnya mengenang masa lalu.

Adalah Sama’i yang ikut berperan membantu Hadi mengolah tanah sawahnya agar kembali sumbur. Sebagai ketua Kelompok Tani Makmur Desa Tejo, Sama’i, tak ingin 107 petani yang menjadi anggotanya terus dlanda kerisauan. Sebab, bukan hanya tanah sawah milik Hadi yang merosot tingkat kesuburannya melainkan seluruh lahan sawah di desa tersebut, termasuk milik anggota kelompok tani yang dipimpinnya juga tak lagi subur. ”Mereka selalu mengeluh hasil panen padinya terus merosot dalam lima tahun terakhir,” papar Sama’i.

Kesukaannya mengumpulkan informasi dari berbagai media membantu Sama’i mendapatkan pengetahuan untuk mengatasi merosotnya tingkat kesuburan tanah sawah di desanya. Berbekal pengetahuannya yang dikumpulkannya sejak dua tahun lalu, Sama’i bersama anggota kelompok taninya terus berdiskusi. Akhirnya disepakati menggunakan pupuk organik sebagai solusi untuk mengembalikan tingkat kesuburan tanah.

Sejak itulah Hadi dan seluruh anggota Kelompok Tani Makmur membuat pupuk organik sederhana, yakni dari kotoran hewan, seperti sapi. Pupuk ditaburkan ke sawah. Selain itu jerami sisa panen yang biasanya dijual ditata secara merata di seluruh areal persawahan.

Ihwal merosotnya tingkat kesuburan tanah dibenarkan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Jombang, Suhardi. Kondisinya, menurut Suhardi, sudah sangat memprihatinkan.

Menurut Suhardi, idealnya kandungan organik yang terdiri dari unsur hara dan mineral tanah tiga persen. Namun, saat ini hampir seluruh lahan sawah di Kabupaten Jombang telah mencapai titik nadir di bawah satu persen.

Dinas Pertanian Kabupaten Jombang tahun 2009 lalu melakukan penelitian. Hasilnya mencengangkan. Berdasarkan penelitian di 19 dari 21 kecamatan yang ada di Kabupaten Jombang, kandungan bahan organik berkisar antara 0,5 hingga 1 persen. "Saat itu kami langsung bergerak dengan membuat laboratorium tanah," tutur Suhardi.

Dinas Pertanian juga memberikan pelatihan dan membantu peralatan pembuatan pupuk organik yang murah dan efisien. Pelatihan dan pemberian bantuan peralatan dilakukan melalui kelompok tani masing-masing.

Suhardi juga menjelaskan, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan laboratorium tanah, tingkat kesuburan tanah mulai menurun sejak tahun 1983, setelah Kabupaten Jombang menikmati puncak hasil panen. Penggunaan pupuk kimia yang mulai dikenal masyarakat sekitar tahun 1960 membuat kandungan kesuburan tanah terus menurun. Akibatnya, tanah tak memiliki unsur hara yang cukup dan tanah pun mengeras.

Kepala Dinas Pertanian Jawa Timur, Wibowo Eko Putro, mengamininya. Merosotnya tingkat kesuburan tanah bahkan tidak hanya terjadi di Jombang, melainkan menyeluruh di Jawa Timur. ”Jika dibiarkan, maka potensi pangan di tingkat lokal Jawa Timur dan Indonesia tak bisa terpenuhi lagi,” urai Wibowo.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kekhawatiran Wibowo bukan tanpa alasan. Jawa Timur menyumbang 12 persen produksi padi secara nasional. Dengan demikian, jika Jawa Timur mengalami kekurangan produksi pertanian akan menggoyahkan politik pangan secara nasional.

Langkah penanggulangan segera diambil. Sejak tahun 2009, Jawa Timur menerapkan bantuan berupa subsidi pupuk organik kepada para petani. Melalui kelompok tani diberikan peralatan pembuat pupuk organik, seperti coper (pencacah bahan pupuk) dan granul (pembuat buliran pupuk). Dengan bantuan tersebut diharapkan petani mampu membuat pupuk organik murah sehingga bisa meningkatkan kesuburan tanah mereka.

Sejak saat itu sebanyak 1.968 kelompok tani sudah menerima peralatan pembuatan pupuk organik. Jumlah bantuan akan terus ditambah sehingga ditargetkan mencapai 3.000 alat untuk 3.000 kelompok tani.

Melalui pola bantuan tersebut, kata Wibowo, kelompok tani diharapkan mampu menyuplai kebutuhan pupuk organik, terutama untuk anggota kelompoknya. Harganya pun menjadi lebih murah, yakni Rp 500 per kilogram. Padahal harga pupuk organik produksi pabrik besar mencapai Rp 1.000 hingga Rp 1.500 per kilogram.

Kelompok tani juga terus didorong untuk terus berinovasi agar tanahnya subur. Di antaranya mencampur pupuk organik dengan beberapa mikroba sehingga kandungan unsur hara dan unsur perekat yang terdapat dalam pupuk organik lebih cepat berkembang.

Sama’i mengakui pentingnya terus berinovasi. Dengan menambahkan beberapa jenis mikroba, seperti azatobacter chroococcum, aspergillus niger serta beberapa mikroba lainnya, kandungan unsur hara dan pengikat nitrogen dalam tanah menjadi lebih cepat. Berbagai jenis mikroba tersebut bisa dibeli di Dinas Pertanian.

Dengan mencampukan mikroba, pembuatan pupuk organik bisa lebih cepat, yaitu hanya memerlukan waktu kurang dari dua pekan. "Kalau tanpa campuran mikroba bisa lebih dari satu bulan," kata Sama’i.

Kandungan zat organik dalam pupuk juga meningkat tajam. Jika tanpa campuran mikroba, 100 ru sawah memerlukan dua ton pupuk organik, sedangkan dengan campuran mikroba untuk tanah seluas 100 ru hanya membutuhkan 20 kilogram pupuk organik.

Pakar kesuburan tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang, Syahrul Kurniawan, menjelaskan bahwa merosotnya kesuburan tanah merupakan imbas dari ditemukannya pupuk kimia yang menandai adanya revolusi hijau pada dekade 1960-an. "Sejak saat itu kebutuhan pupuk kimia berkonsentrasi tinggi meningkat tajam," paparnya kepada Tempo, Rabu, 28 September 2011.

Tingginya penggunaan pupuk kimia saat itu lantaran para petani merasa pupuk organik atau kompos kurang efektif untuk mempercepat dan meningkatkan produksi tanaman. Padahal, penggunaan pupuk kimia secara berkelanjutan membuat kandungan unsur hara dalam bahan organik dalam tanah tanah terus menyusut dan akhirnya habis.

Ditegaskan oleh Syahrul, jika kandungan organik dalam tanah sudah habis, maka berapapun jumlah pupuk kimia yang ditaburkan tak akan mampu menjadikan tanaman subur. Bahan-bahan kandungan pupuk kimia sesungguhnya hanya bisa merangsang pertumbuhan tanaman, tapi tidak mampu menciptakan unsur organik yang sejatinya dibutuhkan oleh tanah.

Menurut Syahrul pula, sejak Indonesia mencapai swasembada pangan tahun 1983, saat itulah titik puncak terjadinya kerusakan kandungan bahan organik tanah di seluruh areal persawahan. Dalam kondisi seperti itu, pemerintah justru terus menggenjot target peningkatan produksi pertanian. Para petani pun berlomba menggunakan pupuk kimia. Pada saat bersamaan luas lahan terus berkurang.

Untuk memulihkan tingkat kesuburan tanah akibat penggunaan pupuk kimia, kata Syahrul, dibutuhkan waktu lima sampai 10 tahun. Itupun tingkat kesuburannya hanya mencapai tiga persen. Hasil tersebut juga sangat tergantung pada tingkat kesadaran petani untuk beralih menggunakan pupuk organik.

FATKHURROHMAN TAUFIQ

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Ribuan Hektare Sawah di Jawa Tengah Terancam Gagal Panen Akibat Banjir

9 hari lalu

Ilustrasi Sawah Terendam Banjir. (ANTARA/M Ibnu Chazar/dok)
Ribuan Hektare Sawah di Jawa Tengah Terancam Gagal Panen Akibat Banjir

Lahan pertanian yang tergenang banjir itu berada di Kabupaten Grobogan, Demak, Kudus, Jepara dan Pati.


Mengira Biawak, Warga Temukan Anak Buaya Berkeliaran di Tengah Sawah

15 hari lalu

Petugas damkar Tulungagung saat mengevakuasi seekor buaya yang ditangkap warga di areal persawahan Desa Keboireng, Kecamatan Besuki, Tulungagung, Rabu, 13 Maret 2024. ANTARA/HO - Damkar Tulungagung.
Mengira Biawak, Warga Temukan Anak Buaya Berkeliaran di Tengah Sawah

Temuan anak buaya ini cukup mengejutkan warga Desa Keboireng, Kecamatan Besuki, Tulungagung. Dari mana asalnya?


KSAD Jenderal Maruli Perintahkan Pangdam hingga Babinsa Bantu Pengairan Sawah Petani

17 hari lalu

Kepala Staf TNI AD (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak, memberi keterangan kepada awak media usai upacara pemakaman Doni Monardo di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata,Jakarta Selatan, Senin 4 Desember 2023/TEMPO: Advist Khoirunikmah
KSAD Jenderal Maruli Perintahkan Pangdam hingga Babinsa Bantu Pengairan Sawah Petani

KSAD Jenderal TNI Maruli Simanjuntak memerintahkan Pangdam, Dandim hingga Babinsa menelusuri sungai besar untuk dialirkan ke persawahan


Sawah di Pangkep Sulawesi Selatan Terancam Gagal Panen, Petani: Biaya yang Sudah Dikeluarkan Rp 5 Juta

18 hari lalu

Petani memanen padi di persawahan yang terendam banjir di Desa Wates, Undaan, Kudus, Jawa Tengah, Jumat 3 Maret 2023. Menurut data BPBD setempat, sebanyak 2.216 hektare sawah di lima kecamatan di wilayah itu terdampak banjir sehingga sebagian petani gagal panen, sementara harga gabah di wilayah tersebut turun dari Rp5.300 per kilogram menjadi harga paling rendah mencapai Rp2.500 per kilogram akibat kualitas padi yang menurun akibat terendam banjir. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho
Sawah di Pangkep Sulawesi Selatan Terancam Gagal Panen, Petani: Biaya yang Sudah Dikeluarkan Rp 5 Juta

Padi di Kabupaten Pangkejene dan Kepulauan (Pangkep) terancam gagal panen. Musababnya , sawah para petani digenangi air setinggi dada orang dewasa.


Sembilan Ribu Hektare Sawah Jateng Kebanjiran di Tengah Kenaikan Harga Beras

27 hari lalu

Harga Beras Naik, Padi Siap Panen Petani Demak Hancur Diterjang Banjir
Sembilan Ribu Hektare Sawah Jateng Kebanjiran di Tengah Kenaikan Harga Beras

Daerah yang lahan pertaniannya paling luas terdampak banjir adalah Kabupaten Grobogan. Harga beras makin naik.


Beras Langka, Mengapa Pegiat Lingkungan Menilai Ada Masalah Tata Kelola Lahan Pertanian?

42 hari lalu

Pemandangan sawah daerah Rorotan di tengah ibu kota, Jakarta, Rabu, 1 November 2023.  Lahan tersebut merupakan lahan beberapa perusahaan salah satunya yaitu PT. NUSA Kirana. RE dan beberapa lahan milik warga setempat. TEMPO/Magang/Joseph.
Beras Langka, Mengapa Pegiat Lingkungan Menilai Ada Masalah Tata Kelola Lahan Pertanian?

Seretnya produksi beras diduga akibat kebijakan regulator yang condong mengutamakan ekstensifikasi lahan pertanian, misalnya food estate.


Ekonom Ini Sebut Sawah Menjadi Lahan Paling Mudah Digusur untuk Pembangunan PSN

1 Januari 2024

Sejumlah kendaraan melintas di Gerbang Pintu Jalan Tol Trans Jawa Gayamsari, Semarang, Jawa Tengah, Senin, 25 Desember 2023. PT Jasa Marga Tbk (JSMR) bersama sejumlah Badan Usaha Jalan Tol (BJJT) memberlakukan potongan tarif sebesar 10 persen untuk Jalan Tol Trans Jawa, berlaku pada perjalanan dari Jakarta menuju Semarang dan sebaliknya pada periode arus mudik serta arus balik libur Natal 2023 dan Tahun Baru 2024. ANTARA FOTO/Makna Zaezar
Ekonom Ini Sebut Sawah Menjadi Lahan Paling Mudah Digusur untuk Pembangunan PSN

Pembangunan PSN dinilai sebagai langkah luar biasa, tapi di saat yang sama juga memprihatinkan karena mengambil lahan pertanian produktif terutama sawah.


Produksi Beras Terus Menurun, IDEAS: Lahan Sawah Hilang 150 Ribu Hektare dalam 3 Tahun

30 Desember 2023

Petani beraktivitas di sawah kawasan Majalengka, Jawa Barat, Senin, 20 November 2023. Kesulitan air di daerah tersebut mulai dirasakan sejak Juni 2023 hingga saat ini. Akibat musim kemarau, petani mengaliri sawah menggunakan pompa dari sumur yang airnya terbatas. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Produksi Beras Terus Menurun, IDEAS: Lahan Sawah Hilang 150 Ribu Hektare dalam 3 Tahun

Salah satu penyebab turunnya produksi beras adalah hilangnya lahan sawah sebagai imbas kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada pertanian.


Ekspansi Lahan Sawit Dalih Kepentingan Pangan Bukan Solusi

15 Desember 2023

Lahan perkebunan Sawit  di Gane Timur, Halmahera Selatan, Maluku Utara, Selasa 23 Januari 2023. (FOTO/Budhy Nurgianto)
Ekspansi Lahan Sawit Dalih Kepentingan Pangan Bukan Solusi

Pembukaan lahan sawit dengan dalih kepentingan pangan dinilai merusak lingkungan.


Intip Sawah Lebak di OKI, Kementan Sebut Sumsel Punya Potensi 3,1 Juta Hektare Sawah Rawa

14 November 2023

Kementerian Pertanian, Amran Sulaiman mendorong percepatan pembukaan lahan sawah rawa lebak seluas 200 ribu hektar di Sumatera Selatan paling lambat Oktober 2019. Mentan Amran Sulaiman, hari ini melihat langsung pembukaan lahan sawa baru di desa Tanjung Aur, Ogan Komering Ilir. TEMPO/Parliza Hendrawan
Intip Sawah Lebak di OKI, Kementan Sebut Sumsel Punya Potensi 3,1 Juta Hektare Sawah Rawa

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman memantau langsung lahan sawah di Ogan Komering Ilir atau OKI.