TEMPO Interaktif, Jakarta - Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) mengusulkan ke depan, fungsi penganggaran tidak perlu lagi ditangani oleh Badan Anggaran DPR, melainkan dikembalikan ke komisi-komisi terkait. Solusi itu diharapkan Formappi ampuh untuk mencegah para mafia "memainkan" anggaran.
Alasannya, “(Badan Anggaran) DPR tidak punya kemampuan menilai secara detail anggaran dari pemerintah,” kata pengamat parlemen dari Formappi, Sebastian Salang, dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Minggu 9 Oktober 2011.
Hal yang dinilai Formappi tidak dimiliki Banggar DPR adalah kemampuan untuk menilai apakah anggaran yang diajukan pemerintah sudah memenuhi prinsip prioritas, urgensi, dan kebutuhan realistis, serta apakah terdapat unsur penggelembungan harga (mark-up) di dalamnya.
Ketidakmampuan Banggar DPR dalam mengelola anggaran juga terlihat dalam kebijakan pengalokasian tambahan belanja untuk Kementerian/Lembaga sebesar Rp 21,8 triliun. Padahal, jumlah yang tidak pernah diajukan oleh pemerintah itu sebenarnya bisa digabungkan dengan anggaran belanja Kementerian/Lembaga.
“Rincian penggunaannya juga tidak jelas, akan diperuntukkan untuk apa. Menurut kami dana inilah yang kemungkinan digunakan sebagai sumber dana rayahan para mafia anggaran,” kata Sebastian.
Dari sisi pengeluaran, DPR juga hampir selalu menyetujui alokasi anggaran yang lebih besar dibanding yang diajukan pemerintah. Misalnya, jika belanja negara yang diajukan pemerintah sebesar Rp 1,202 triliun, DPR justru akan meloloskan anggaran sebesar Rp 1,229 triliun. Demikian pula alokasi anggaran belanja pemerintah pusat, juga dinaikkan DPR.
Keputusan Banggar menaikkan anggaran untuk Kementerian/Lembaga itu, dinilai Formappi menunjukkan DPR tidak taat pada asas efisiensi dan cenderung menghambur-hamburkan uang negara. Sikap ini jugalah yang disinyalir menjadi ladang mafia anggaran untuk bermain.
Parahnya, kata Sebastian, selama ini ada sejumlah anggota Banggar yang tidak terlibat dan mengetahui proses akhir penganggaran, misalnya dalam menentukan daerah mana yang mendapat Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID). Finalisasi untuk anggaran khusus tersebut, menurut penilaian Formappi, hanya diketahui segelintir anggota Banggar.
Formappi juga menyarankan dokumen perencanaan yang ada hubungannya dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dibuka ke masyarakat. Menurut Sebastian, hal itu penting agar proses perencanaan, pengalokasian, dan rasionalitas penetapan anggaran bisa dipantau publik.
ISMA SAVITRI