TEMPO Interaktif, Jakarta - Warga Johar Baru, Jakarta Pusat, sering tak tahu penyebab tawuran yang mereka lakoni. Kenyataan ini didapat dari penelitian yang dilakukan sosiolog Paulus Wirutomo.
“Kalau mereka semua tidak tahu penyebabnya itu karena sangat kompleks. Orang jadi tidak sadar apa yang sebenarnya jadi penyebab tawuran,” kata Paulus di Balai Kota, Selasa 11 Oktober 2011.
Paulus adalah satu dari tiga pakar sosiologi yang diundang Gubernur Fauzi Bowo rapat tertutup hari ini. Mereka (Paulus, Imam Prasojo dan Musni Umar) dilibatkan untuk mencari solusi memutus tradisi tawuran di Jakarta, khususnya di Johar Baru.
Dalam penelitiannya Paulus juga menemukan kalau keadaan ekonomi, pengangguran tinggi dan tak tersedianya ruang interaktif merupakan sebagian penyebab konflik di kawasan pemukiman padat itu. “Selain itu masih banyak lagi, seperti kebijakan yang tak sesuai, provokasi, pencarian jati diri,” katanya.
Sosiolog lain, Imam Prasodjo, menawarkan konsep tempat-tempat 'nongkrong' yang lebih produktif semacam sanggar musik dan perpustakaan. “Pada akhirnya mereka saling berkenalan dan punya usulan sendiri (untuk menghentikan tradisi tawuran),” kata Imam.
Imam juga mengajak warga Johar Baru 'studi banding' ke kawasan Bonang, Jakarta Pusat, dan Matraman di Jakarta Timur. “Jadi mereka mendengar pengalaman warga lain yang dulu sering tawuran dan sekarang sudah berhenti,” katanya.
Gubernur Fauzi Bowo sendiri memberi dukungannya terhadap pendekatan-pendekatan yang diambil para ahli tersebut untuk setiap solusi yang ditawarkan. Fauzi merencanakan program jangka pendek dan jangka panjang untuk menyelesaikan konflik berkelanjutan antar warga di Johar Baru. “Kalau bisa tahun ini juga dimulai,” katanya.
Fauzi mengungkapkan kalau dia dan tiga ahli itu masih utuh satu agenda pertemuan lagi untuk menentukan rencana yang lebih detil. “Untuk menentukan time line dan who's doing what,” kata Fauzi.
AMANDRA MUSTIKA MEGARANI