TEMPO Interaktif, Jakarta - Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa memastikan tidak ada pertentangan antara Indonesia dan Malaysia di perbatasan wilayah daratan. Mengenai sengketa wilayah di Kalimantan Barat, kata dia, Indonesia tetap mengacu pada konvensi antara Belanda dan Inggris.
Konvensi ini dilakukan tiga kali, yakni pada 1891, 1915, dan 1928. Ketiga persetujuan inilah yang mengatur soal perbatasan sehingga rujukan dokumen tidak bisa dipertentangkan. "Tugas kami sekarang menegaskan demarkasi, titik, dan pilar di perbatasan,” ujar Marty, Senin, 10 Oktober 2011.
Ia menjelaskan bahwa tiga kali konvensi tersebut kemudian dijadikan rujukan pembuatan nota kesepahaman (MoU) di antara kedua negara pada 1978. Di wilayah perbatasan di Tanjung Datu, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, terdapat 156 titik pilar. Lokasi yang kini disengketakan adalah di Dusun Camar Bulan, Tanjung Datu.
Di antara 156 pilar, Marty melanjutkan, memang ada pilar yang rusak. Pilar itu yang paling utara, di segmen perbatasan Tanjung Datu, dan bernama A01. Pilar ini tergerus abrasi. Akibatnya, lokasi pilar berada di bawah air. Menurut Marty, pemerintah masih bisa memastikan titik koordinat batas wilayah di daerah tersebut. “Jarak antara pilar RI dan Malaysia ada 7 meter, koordinat tidak berubah."
Sedangkan di wilayah Camar Bulan terdapat pilar A104 sebagai tanda batas. Kondisi pilar ini rusak dan terpotong di bagian atas. "Tim teknis telah melakukan pengecekan dan ditemukan bongkahan bekas tempat mengaduk semen saat membuat pilar," kata Marty sembari menambahkan bahwa pemerintah sudah memberi perhatian penuh terhadap wilayah perbatasan.
IRA GUSLINA