TEMPO Interaktif, Jakarta -Penerbitan surat larangan para menteri mengambil kebijakan penting oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hingga susunan kabinet baru terbentuk. Hal itu dilakukan untuk menjaga kontinuitas kebijakan menteri mendatang. “Ini dilakukan untuk menyambut reshuffle, agar para menteri tidak mengambil langkah ataupun kebijakan startegis sebelum diumumkannya reshuffle kabinet,” kata Julian saat dihubungi, Rabu 12 Oktober 2011.
Berdasarkan surat edaran tersebut, maka semua Menteri tidak boleh mengambil kebijakan yang strategis sampai pelantikan menteri baru. Surat edaran itu ditujukan kepada seluruh kementerian dengan tembusan seluruh lembaga Negara.
Kebijakan strategis seperti penerbitan peraturan menteri, dan aturan lainnya yang bersifat strategis ke internal kementerian. Namun, tidak untuk pembahasan RUU dan penyusunan RAPBN ataupun kebijakan yang melibatkan lembaga Negara lainnya.
Meski sudah ada surat semacam itu, Julian mengatakan bahwa status menteri tidak demisioner. “Sifatnya bukan demisioner. Namun sebaiknya dan selazimnya, menteri tidak mengambil tindakan strategis,” ujarnya Julian.
Julian juga menegaskan bahwa kebijakan presiden terhadap para menterinya tersebut tidak akan mengganggu jalannya pemerintahan. “Mudah-mudahan, ini bisa menjaga konstitutas dengan menteri yang baru dan untuk efektifitas masing-masing kementerian
kedepannya,” tegas Julian.
Julian menuturkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat ini berkonsentrasi untuk menuntaskan perombakan kabinet, namun tugas pemerintahan juga tetap berjalan seperti biasa. “Presiden tetap incharge dalam mengawasi jalannya pemerintahan di masing-masing bidang kerja di kementerian. Tetap bilamana ada sesuatu yang diperlukan untuk penjelasan, laporan dari menteri terkait, tetap diminta atau dipanggil,” ujar Julian.
EKO ARI WIBOWO