TEMPO Interaktif, Jakarta - Lingkaran Survei Indonesia menyatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendapat lima rapor merah berdasarkan survei terbaru lembaga ini.
Peneliti Lingkaran Survei Indonesia, Ardian Sopa, menyatakan tingkat kepuasan publik atas lima bidang di bawah lima puluh persen. "Publik memberi rapor merah di bidang ekonomi, hukum, politik, sosial, dan luar negeri. Satu-satunya rapor biru hanya di bidang keamanan saja," kata Ardian dalam rilis hasil surveinya kepada wartawan, Ahad, 16 Oktober 2011.
Dalam bidang ekonomi, masyarakat mengeluhkan tingginya harga sembako. Menurutnya, di bidang ekonomi, angka kepuasan publik hanya sebesar 40,9 persen. Angka ini menukik tajam dari kepuasan publik pada tahun pertama kepemimpinan SBY sebesar 48,9 persen.
Angka ini sedikit naik dari 100 hari pemerintahan SBY sebesar 40,1 persen, Ardian menilai tingkat kepuasan publik jauh dari angka aman. "Angka aman secara politis itu di atas 50 persen," ujarnya.
Kemerosotan kepuasan publik yang tajam terjadi di dua bidang, hukum dan politik. Pada bidang hukum, angka kepuasan publik berada pada 39,3 persen. Sementara di awal pemerintahan masih bercokol di batas aman, 51,4 persen.
Kemerosotan ini, menurut Ardian, disebabkan dalam beberapa bulan terakhir, dua kasus korupsi di Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi marak mewarnai berbagai media massa.
Tanda-tanda kemerosotan kepuasan publik sudah terlihat sejak tahun pertama pemerintahan SBY. "Sejak setahun pemerintahan, kinerja bidang hukum mulai mendapat rapor merah dengan hanya 49,5 persen," ujarnya.
Di bidang politik, hanya 38,4 persen publik puas, turun dari 52,7 persen pada 100 hari pertama pemerintahan SBY. "Pada setahun pertama, 49,2 persen publik puas atas kinerja Presiden," ujarnya.
Penurunan di bidang politik ini, menurut Ardian, disebabkan oleh isu rencana pengembalian mekanisme pemilihan gubernur kepada DPRD. "Masyarakat yang peduli pada demokrasi mengeluhkan partisipasi publik yang akan dibatasi dengan rencana mengembalikan pemilihan gubernur kepada DPRD," jelasnya.
Di bidang luar negeri, menurut Ardian, kasus perlindungan terhadap TKI menjadi pemicu merosotnya kepuasan publik kepada SBY. "Terakhir, kasus dipancungnya Ruyati," ujarnya. Kepuasan publik di bidang ini hanya sebesar 44,8 persen, menurun sebanyak 5,2 persen, dari 100 hari pemerintahan SBY sebesar 50 persen. Sementara pada tahun pertama, hanya 42,6 persen publik puas.
Di salah satu bidang andalan SBY, bidang sosial, kepuasan publik bahkan merosot hampir 10 persen. "Lemahnya perlindungan terhadap kelompok minoritas, seperti Ahmadiyah, membuat kepuasan publik menurun," ujar Ardian.
Jika pada 100 hari pemerintahan SBY angka kepuasan publik masih berada di 59,5 persen, maka pada tahun kedua ini angka kepuasan publik hanya sebesar 49,9 persen. Pada Oktober tahun lalu, berdasarkan survei LSI, kepuasan publik di bidang ini mencapai 60,2 persen.
Satu-satunya rapor biru diperoleh SBY di bidang keamanan. "Tapi dengan catatan," ujar peneliti muda ini. Di bidang ini, 56,3 persen masyarakat masih puas terhadap kinerja SBY. Namun tren penurunan terjadi sejak tahun pertama pemerintahan SBY. Jika pada 100 hari pertama kepuasan publik bercokol di angka 72,8 persen, pada Oktober 2010 merosot menjadi 63,2 persen.
Secara keseluruhan, hanya 46,2 persen publik yang menyatakan puas terhadap kinerja Presiden SBY pada dua tahun ini.
Survei pada 5-10 Oktober 2011 ini diikuti oleh 1.200 responden dengan metode sampling, Multistage Random Sampling. Pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara tatap muka secara langsung di 33 provinsi di Indonesia dengan margin eror sebesar kurang lebih 2,9 persen.
Ardian mengatakan pada masa 100 hari pemerintahan SBY Januari 2010 lalu, tingkat kepuasan masyarakat terhadap SBY masih berada di angka 63,1 persen. Sementara pada usia satu tahun pemerintahannya, SBY masih mendapatkan angka kepuasan masyarakat sebesar 60,7 persen.
FEBRIYAN