TEMPO Interaktif, Jakarta - Anggota Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas Achmad Santosa, telah meminta kantor Imigrasi Bandara Halim Perdanakusuma membiarkan Andrew Taits masuk ke Indonesia. Pembebasan Andrew Taits sudah dikoordinasikan dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar, Ketua Satgas Kuntoro Mangkusubroto.
”Saya mempersoalkan alasan deportasi Andrew Taits," kata dia melalui pesan pendek ke Tempo, Minggu, 16 Oktober 2011. "Saya meminta petugas menanyakan lebih dahulu kepada Dirjen Imigrasi, apa betul orang itu yang bernama Andrew harus dideportasi? Karena kemarin, Andrew tidak ada masalah dan diizinkan masuk.”
Ota, sapaan Mas Santoso, menjelaskan dia diundang oleh Greenpeace Indonesia sebagai satgas untuk melihat kondisi hutan Indonesia dari udara bersama tamu-tamu dari Inggris. Mereka di antaranya tokoh dunia usaha dari Inggris, Sir Martin Lorell, dan asistennya yang juga berkebangsaan Inggris, serta Andrew Taits yang berkebangsaan Inggris dari Greenpeace United Kingdom dan koordinator dan staf Greenpeace Indonesia.
”Saya sebagai undangan dan merasa sebagai bangsa Indonesia yang menghargai tamu mempersoalkan alasan deportasi Andrew Taits,” ujarnya.
Andrew, kata dia, mendapat visa bisnis resmi dari pemerintah dan tidak masuk redlist seperti Direktur Greenpeace Inggris John Sauven yang sudah dicekal dua hari sebelumnya. Ia mengaku khawatir pencekalan tersebut merupakan error inpersona sehingga nanti pendeportasian Andrew akan menimbulkan ekses pemberitaan yang kurang baik buat bangsa dan pemerintah. Pertimbangannya adalah pencekalan John Sauven, yang ternyata dampak pemberitaan di media internasional meluas.
Pemberitaan pencekalan John Sauven juga ia nilai kurang menguntungkan pemerintah Indonesia dan reputasi internasional Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai tokoh perubahan Iklim dan mengatasi deforestasi global. Sebab itulah, Ota merasa perlu meminta petugas untuk menanyakan lebih dahulu kepada Dirjen Imigrasi. ”Itu saja yang saya lakukan,” terangnya.
Kantor Imigrasi telah menangkal kehadiran aktivis Greenpeace dari Inggris, Andy Tait. Tetapi Mas Achmad Santosa dikabarkan memberikan perlindungan ketika Andy menginjakkan kaki di Bandara Halim Perdanakusuma, Minggu pagi, 16 Oktober 2011. Alasan pencekalan karena di Indonesia Andy mengubah nama dari Andrew John Tait menjadi Andrew Ross Tait. Tetapi pemalsuan itu diketahui petugas Imigrasi di Halim Perdanakusuma.
Ota membantah karena petugas Imigrasi tidak pernah mempermasalahkan pengubahan nama. Di bandara, petugas hanya menyodorkan kertas pencekalan yang isinya Andrew dicekal masuk ke Indonesia karena menghujat pemerintah. Padahal, kata dia, Greenpeace tidak pernah menghujat, hanya mengungkapkan data-data hasil penelitian.
”Saya yakin, dia itu Andrew Ross Tait, karena di paspornya memang tertulis begitu. Dari mana petugas tahu dia Andrew John Tait atau John Sauven? Wong dia sebelumnya belum pernah ditangkap,” kata dia.
Greenpeace, ia melanjutkan, sejak 1980-an belum pernah bekerja sama dengan LSM internasional yang kerjanya menjelekkan pemerintah Indonesia. Kajian-kajian serta data-data yang mereka kemukakan banyak bermanfaat buat kerja pemerintah dalam perlindungan hutan Indonesia. Ia menilai hingga kini organisasi pencinta lingkungan itu terus diserang secara sistematis dan didiskreditkan seolah sebagai organisasi yang berbahaya bagi keamanan negara.
“Padahal kalau saya melihat dari kenyataan dan hasil studinya, selama ini masih sejalan dan mendukung komitmen Presiden SBY dalam penurunan gas emisi rumah kaca 20 persen pada 2020 dan 41 persen dengan dukungan internasional,” terangnya. Menurut dia, Greenpeace seharusnya justru dijadikan mitra pemerintah dalam menyelamatkan hutan Indonesia. ”Sekarang banyak orang tidak paham dengan Greenpeace, malah ikut mengecamnya. Ada apa ini?”
MUHAMMAD TAUFIK