TEMPO Interaktif, Jakarta - Kontroversi muncul terkait banyaknya posisi wakil menteri di Kabinet Indonesia Bersatu II pasca-reshuffle. Salah satu yang dikritik adalah Denny Indrayana, yang diplot menjadi Wakil Menteri Hukum dan HAM. Staf khusus Presiden itu dianggap tak layak karena belum tercatat sebagai pejabat eselon 1A.
Menanggapi hal itu, juru bicara kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengatakan tak ada masalah. Karena hal tersebut sudah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2011 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara. "Sudah (diteken) per tanggal 13 oktober, perubahan terhadap Peraturan Presiden No. 47 Tahun 2009 diubah menjadi Perpres No. 76 Tahun 2011," ujarnya.
Sebelumnya di Pasal 70 ayat 3 Perpres Nomor 47 Tahun 2009 disebutkan bahwa pejabat karier adalah pegawai negeri yang telah menduduki jabatan struktural. Namun di Perpres baru ini, kata Julian, mengatur mengenai persyaratan wakil menteri yang tak diharuskan menjabat sebaga pegawai eselon 1A.
Posisi wakil menteri tetap bisa diduduki atau dipegang oleh mereka yang statusnya pegawai negeri sipil (PNS) dan memiliki jenjang karier serta disetarakan sebagaimana pejabat eselon 1A.
"Wakil menteri bukanlah jenjang birokrat karier. Tapi profesional yang ditunjuk langsung untuk menduduki posisi tersebut. Kalaupun ada, hanya rekam jejak sama atau masih berkarier di kementerian yang sama, bukan berarti karena persyaratan yang mengharuskan demikian," kata Julian.
Siapa pun yang diplot menjadi wakil menteri akan disetarakan karena posisi wamen setara dengan 1A. "Tidak ada pembebanan anggaran negara yang berlebihan. Untuk proses pembayaran (gaji) sama dengan eselon 1A. Sekretaris jenderal (sekjen) dan direktur jenderal (dirjen) adalah jenjang birokrat karier," ujarnya.
MUNAWWAROH