TEMPO Interaktif, Jakarta - Suasana pagi Kastil Saint George yang sempat saya tengok dari jauh akhirnya bisa saya jelajahi di siang harinya. Untuk menuju puncak bukit itu kendaraan harus melewati jalanan kecil berkelok. Model jalanan dari bebatuan yang meski dibikin mengkilat dan dibentuk kotak-kotak sehingga terlihat seragam dan lumayan rata tetap tak mulus.
Untuk tiba di kastil yang namanya dari Santo gereja Anglikan-Portugis ini saya harus melewati tanjakan. Perlu usaha, tapi kesulitan itu langsung terlupakan saat saya bisa melihat pemandangan di bawah berupa untaian rumah dan gedung di Kota Lisabon. Bak kita berada di Bukit Dago, Bandung, dan melihat Kota Bandung dari atas. Bahkan ada teleskop, sehingga pengunjung bisa memandang Lisabon dari segala penjuru.
Kastil dikelilingi benteng yang memang zaman dulu digunakan sebagai pertahanan. Benteng berbentuk segi empat dengan kastil, runtuhan Royal Palace, taman, dan lahan untuk menatap kota. Saya pun menelusuri benteng yang melingkari kastil, menaiki tangga nan kecil untuk bisa melihat lebih detail. Benteng sebagai pertahanan kota sudah dibuat 2 abad sebelum masehi. Kemudian dilengkapi pada abad ke-6. Namun yang pasti benteng dan kastil yang berdiri sekarang adalah hasil pembangunan kembali pada abad ke-13.
Kastil dan benteng awalnya digunakan suku Romawi, Vosigoth, dan Moor hingga akhirnya jatuh ke tangan Raja Portugal I Afonso Henriques dalam peperangan. Dan ketika Lisabon menjadi ibu kota kerajaan pada 1255, dibangunlah Royal Palace Alcacova yang kini tinggal puing-puing. Saya memang beruntung. Setelah melihat dari jauh di pagi hari, siang hari bisa melihat dari dekat, malam hari saya bisa makan malam di salah satu ruang kastil yang tersisa.
Pukul 19.00 waktu setempat saya sudah berangkat dari hotel. Angin bertiup kencang. Saya tak hanya siap untuk bersantap, tapi juga memandang kerlap-kerlip Lisabon di waktu malam. Dengan mantel tebal, saya tiba di kastil. Namun angin memang begitu kencang, pemandangan itu tak bisa saya pelototi dalam waktu lama. Saya langsung menuju Casa de Beao, salah satu ruang kastil yang masih bisa difungsikan dan kini menjadi restoran.
Udara yang tak ramah pas dengan minuman selamat datang Porto wine khas Portugal yang rasanya manis. Cukup menghangatkan. Tak hanya dikenal dengan pasties de nata, wine juga menjadi salah satu ciri khas negeri asal pesepakbola Cristiano Ronaldo ini. Di dalam terasa lebih hangat dengan tungku penghangat ruangan model tradisional. Saya makan dalam keremangan dengan piring yang lebih banyak dipenuhi penghuni laut. Ketika malam benar-benar sudah gelap, saya meninggalkan area kastil sambil menatap kerlip lampu-lampu Kota Lisabon untuk terakhir kalinya hari itu.
lRITA