TEMPO Interaktif, Jakarta - Pengamat politik Komaruddin Hidayat menilai kabinet bentukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lewat perombakan (reshuffle) kali ini adalah kabinet presidensial setengah parlementer. Menurutnya, Presiden SBY sadar bahwa dengan mengandalkan menteri dari partai politik, kinerja kabinetnya tidak efektif. Tapi, SBY dinilainya tersandera dengan parpol sehingga dalam reshuffle kali ini ia tetap mengakomodir partai pendukung koalisi.
“Dengan reshuffle ini, SBY ingin menunjukkan bahwa dia menanggapi kritik masyarakat. Tapi, tetap mengakomodir orang-orang partai. Sehingga produknya adalah kompromi,” kata Komaruddin saat dihubungi Senin malam, 17 Oktober 2011.
Menurut Komaruddin, Presiden SBY sadar kinerja menteri dari partai politik tidak efektif, tetapi di sisi lain, SBY tidak bisa meninggalkan koalisi sehingga ada jabatan wakil menteri. Tapi, kata dia, “Tidak bisa hanya menyalahkan semuanya SBY, parpol juga ikut andil. Ini kritik juga buat parpol,” dia menambahkan.
Produk reshuffle yang dilabeli Kabinet Kerja ini menurut Komaruddin juga mengandung dua pengertian. Pertama, SBY ingin menanggapi kritik mayarakat yang menilai kinerjanya lambat. Kedua, istilah "kerja" ini malah mengasumsikan bahwa selama ini kabinetnya tidak bekerja. “Rakyat nanti yang akan menilai,” ujarnya.
Komaruddin pun berharap Presiden SBY jangan sampai mengecewakan rakyat untuk kedua kalinya. Menurut dia, rakyat sebelumnya sudah dikecewakan dengan janji pemberantasan korupsi yang pelaksanaannya masih dipertanyakan. “Tugas SBY saat ini, jangan sampai pasca reshuffle rakyat kembali kecewa. Jika itu terjadi, SBY akan semakin tidak populer,” katanya.
Dari deretan nama menteri baru yang bakal diumumkan oleh Presiden SBY hari ini, Selasa 18 Oktober 2011, Komaruddin menilai hanya Direktur Perusahaan Listrik Negara Dahlan iskan yang merupakan sosok profesional yang siap kerja. Mengenai nama lain, menurutnya berasal dari partai politik yang masih dipertanyakan. “Tunggu hasilnya.”
RINA WIDIASTUTI