TEMPO Interaktif, Jakarta - Ketua SETARA Institut Hendardi menilai perombakan (reshuffle) Kabinet Indonesia Bersatu II yang hasilnya sudah diketahui publik tidak mengesankan. "Reshuffle sama sekali tidak impresif dan menjadi antiklimaks dari heboh yang diciptakan," ujarnya di Jakarta hari ini, Selasa, 18 Oktober 2011.
Hendardi mengibaratkan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono sebelum reshuffle dilakukan layaknya mobil yang melaju lambat karena mesinnya usang, penuh oli, dan pengemudinya tak tahu arah serta tak cakap memilih co-driver. Jika komponen mobil itu diganti dengan yang tidak tepat, yang terjadi bukannya membuat mesin membaik, namun justru membuatnya rusak.
Pemerintahan SBY juga dinilai Hendardi tidak berjalan maksimal karena "oli kendaraan"-nya luber oleh kepentingan politik. Mesin pemerintahan itu juga terbebani oleh banyaknya kepentingan politik, terutama oleh Partai Demokrat sendiri yang memang sedang terjerat rentetan masalah.
Upaya meningkatkan performa "mesin pemerintahan", menurut Hendardi, lazimnya dilakukan dengan cara turun mesin dan mengganti komponen yang membuat mesin berjalan lamban. Namun yang terjadi, kata dia, SBY justru terus mengakomodasi "oli politik". Padahal sebenarnya SBY sadar mereka tak memiliki kapasitas handal.
Salah satu contoh, adalah diakomodasinya beberapa ketua partai politik sebagai menteri, meski mereka sebenarnya tak berfungsi dengan baik di Kementerian. "SBY tidak berani mengganti mereka. Malah menambah wakil menteri untuk memastikan kekuasaannya akan selesai dengan mulus, dan tetap punya pengaruh ke kekuasaan berikut," kata Hendardi.
Presiden sudah sebulan lebih memproses perombakan KIB II. Sejauh ini, kata dia, sudah ada pergantian lima menteri, satu kepala lembaga setingkat menteri, dan menambah sebelas wakil menteri. Jumlah itu masih bisa bertambah mengingat Presiden baru akan mengumumkan reshuffle malam ini.
ISMA SAVITRI