TEMPO Interaktif, Jakarta - Juru bicara Fraksi Partai Gerindra, Martin Hutabarat, menyayangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak memasukkan agenda pemberantasan korupsi dalam melakukan perombakan (reshuffle) kabinet. Padahal, menurut dia, kredibilitas pemerintahan SBY jatuh karena kasus korupsi yang menimpa dua kementerian saat ini.
"Sangat disayangkan dalam hiruk-pikuk reshuffle ini, saya tidak mendengar adanya soal pemberantasan korupsi yang dijadikan pertimbangan," ujarnya kepada wartawan di gedung DPR, Selasa, 18 Oktober 2011.
Pernyataan Martin terkait kabar masih akan bertahannya dua menteri yang belakangan ini diterpa kasus dugaan korupsi, yakni Andi Mallarangeng dan Muhaimin Iskandar, di kabinet. Andi, Menteri Pemuda dan Olahraga, sebelumnya terseret dalam pusaran kasus korupsi proyek wisma atlet SEA Games Jakabaring, Palembang, yang terjadi di kementerian tersebut. Dugaan keterlibatan Andi disebut-sebut oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, tersangka kasus itu.
Sedangkan Muhaimin, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, terimbas kasus korupsi proyek Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah di kementerian yang dipimpinnya. Nama Muhaimin disebut-sebut oleh Dharnawati, pengusaha yang menjadi tersangka kasus ini. Dharnawati mengatakan duit Rp 1,5 miliar yang diserahkannya kepada pejabat kementerian adalah sebagai hadiah lebaran untuk Menteri Muhaimin.
Martin mengatakan, selain karena masih bertahannya dua menteri ini, ia juga tidak mendengar ada secuil pun pernyataan dari Istana yang menyatakan bahwa reshuffle kabinet dilakukan untuk melakukan akselerasi pemberantasan korupsi. "Ini kabinet antikorupsi. "Presiden tidak pernah menyatakan seperti itu," ujarnya.
Padahal, kata dia, menurunnya kepercayaan publik kepada pemerintahan SBY justru disebabkan maraknya kasus korupsi. "Kredibilitas pemerintahan saat ini turun ya karena korupsi. Reshuffle ini hanya pencitraan. Tidak ada greget pemberantasan korupsi."
Anggota Komisi Hukum DPR ini juga meragukan kapasitas Amir Syamsuddin dan Denny Indrayana sebagai calon Menteri dan Wakil Menteri Hukum dan HAM dapat memperbaiki sistem hukum yang tengah amburadul. Menurut dia, latar belakang Amir Syamsuddin yang lama berkecimpung sebagai pengacara dan tak banyak berkecimpung dalam birokrasi akan membuat Amir harus berkutat dengan permasalahan ini.
"Menjadi seorang menteri itu, kan, tidak hanya masalah materi hukumnya saja, tetapi bagaimana dia mengurusi birokrasi yang menjadi bawahannya yang jumlahnya sampai puluhan ribu," kata dia.
Selain itu, dia menilai tantangan berat akan dihadapi Amir karena ke depan akan banyak agenda yang terkait perbaikan sistem hukum. "Seperti misalnya perbaikan bagaimana Lapas itu tidak menjadi arena transaksi, juga perbaikan aturan remisi, dan yang terberat adalah kita akan mulai membahas revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana," ujarnya.
Namun, keraguan tersebut ditepis oleh Ketua Komisi Hukum DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Benny K. Harman. Menurutnya, Amir yang merupakan Sekretaris Dewan Kehormatan Partai Demokrat dan Denny yang merupakan Staf Khusus Presiden Bidang Hukum dan Pemberantasan Korupsi adalah bukti bahwa pemerintah ingin memperbaiki sektor hukum.
"Bagi saya penunjukan Amir yang diperkuat wamen Denny mencerminkan politik pemerintah yang menempatkan sektor hukum sebagai prioritas perhatian pemerintah ke depan," ujarnya saat ditemui secara terpisah.
Ia mengatakan, komposisi praktisi dan akademisi hukum pada dua orang itu merupakan jawaban berbagai problematika bidang hukum yang selama ini hadir. "Dengan kedua tokoh itu maka kita mengharapkan akan memiliki desain, pembangunan, dan penegakan hukum yang lebih terarah dan fokus ke depan," tuturnya.
FEBRIYAN